Koperasi Jamu (KOJAI) Sukoharjo

Just another WordPress.com weblog

Jamu yang Halal

Jakarta – Kesadaran masyarakat kembali ke alam membuat jamu dan obat suplemen jadi alternatif. Namun, konsumen muslim harus tetap berhati-hati, mengingat besarnya peluang pengunaan bahan-bahan yang belum jelas kehalalannya pada produk jamu yang makin menjamur.

Siapa yang tak kenal jamu? Minuman tradisionil yang sekaligus berfungsi sebagai obat-obatan ini telah dikenal sejak jaman kakek dan nenek kita hingga sekarang. Seiring waktu jamu lebih dikenal dengan sebutan populer yaitu obat-obatan herbal. Jika dulu jamu dijual dengan cara digendong sehingga lebih dikenal dengan sebutan jamu gendong, kini jamu tampil lebih modern seperti dalam bentuk kapsul atau pil.

Jamu dan obat suplemen sebenarnya merupakan dua kelompok produk yang berbeda. Jamu dikategorikan sebagai obat tradisional yang mampu menyembuhkan penyakit tertentu, sedangkan makanan suplemen tidak dikategorikan sebagai obat. Suplemen lebih sebagai peningkat daya tahan tubuh yang berkhasiat untuk mencegah timbulnya penyakit tertentu.

Kini ditengah gencarnya berbagai promosi produk jamu dan suplemen hendaknya konsumen perlu berhati-hati. Tidak seperti dulu dimana jamu banyak menggunakan bahan-bahan alami yang berasal dari tumbuhan. Kini banyak pula yang menggunakan bahan-bahan dari hewan.

Sebagai contoh salah satu jamu yang diproduksi lokal menggunakan jeroan ayam sebagai salah satu komposisi bahannya. Selain itu jamu dengan bahan-bahan hewani juga ditemukan dalam produk jamu asal Cina. Tidak hanya hewan yang umum dikonsumsi tetapi juga mencakup hewan buas dan hewan lainnya.

Misalnya  saja jamu Tiongkok yang dipercaya bisa dengan menyembuhkan luka pasca operasi ternyata mengandung darah ular. Begitu pula dengan produk suplemen yang mengandung bahan hewani, seperti produk yang kaya kalsium yang berasal dari tulang sapi.

Jika produk dengan bahan-bahan hewani tersebut ditemukan, maka sudah menjadi kewajiban konsumen muslim mempertanyakan kehalalannya. Bila ditemukan berasal dari hewan halal, perlu dipastikan cara penyembelihan hewan tersebut apakah disembelih dengan cara yang halal pula atau tidak. Namun bila yang digunakan adalah hewan yang tidak umum, maka status kehalalannya perlu diperjelas dan dipastikan.

Selain itu komponen bahan aktif dan bahan penolong dalam proses produksi juga perlu diperhatikan. Bahan-bahan tersebut kadang tidak tercantum pada lebel kemasan. Selain itu ada pula produk berbentuk cair yang mengunakan alkohol sebagai pelarut masih sering ditemukan.

Melihat cukup besarnya peluang pengunaan bahan-bahan yang belum jelas dalam poduk jamu dan suplemen, maka konsumen muslim hendaknya perlu berhati-hati. Legalitas suatu produk merupakan langkah halal yang harus diperhatikan. Produk jamu yang sudah terdaftar dalam pengawasan BPOM biasanya memiliki nomor TR dan nomor MD untuk suplemen lokal atau ML untuk import.

Karena masih sedikit produsen jamu yang mencantumkan lebel halal pada kemasannya, maka konsumen yang peduli akan halal hendaknya lebih teliti lagi sebelum membeli.

( dev / Odi )

Link terkait dengan produsen jamu halal silahkan klik disini

Juli 25, 2010 Posted by | Anggota Kojai, Artikel Kesehatan, Berita Jamu Indonesia, Berita tentang BKO, Ide Bagus, Info Pemerintah | Tinggalkan komentar

Pesta Miras, 3 Tewas Polisi Tetapkan Pemilik Toko Jamu Tersangka

Polres Malang menetapkan pemilik toko jamu jenis gingseng, Slamet Basuki alias Kho An (61) sebagai tersangka. Pemilik toko jamu diduga menjual miras oplosan hingga menyebabkan 3 orang tewas dan 10 lainnya kritis.

“Kami telah tetapkan pemilik toko jamu yaitu Kho An alias Slamet menjadi tersangka
dalam kasus ini,” ujar Kasatreskrim Polres Malang AKP Hartoyo kepada wartawan, Rabu (2/6/2010).

Hartoyo menegaskan, kini pihaknya masih mengembangkan penyelidikan untuk mengetahui peredaran atau pemasaran miras buatan tersangka. Disnyalir miras oplosan buatan tersangka telah meluas di sejumlah daerah di Kabupaten Malang.

“Kami masih telusuri peredaran miras oplosan buatan tersangka,” jelasnya.

Atas perbuatannya ini, lanjut Hartoyo, tersangka Slamet pemilik toko jamu dijerat UU No 80 tentang Kesehatan dan diancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda Rp 300 juta.

Menurut keterangan tersangka, kata Hartoyo, dalam sekali membuat miras tersangka
mengoplos 10 liter alkohol dengan kadar 90 persen yang dicampur 3 liter air.
Kemudian campuran alkohol dan air itu didiamkan hingga satu hari.
“Tersangka mengaku telah berjualan selama 5 tahun. Sementara ilmu mengoplos miras didapat dari temannya dengan komposisi campuran beragam, diantaranya air putih, alkohol 90 persen, ginseng, tangkur buaya, anak kijang dan campuran pasak bumi,” ungkap Hartoyo.

Sebelumnya, 3 warga di dua kecamatan berbeda di Kabupaten Malang tewas diduga setelah pesta minuman keras (miras) oplosan jenis gingseng, Minggu (30/5/2010). Miras itu dibeli di toko jamu milik Sriatin dekat Pabrik Gula Krebet Bululawang.

(fat/fat)

Juli 25, 2010 Posted by | Berita Jamu Indonesia, Berita tentang BKO | Tinggalkan komentar

BPOM Semarang Musnahkan Ribuan Obat dan Kosmetik Ilegal

Semarang – BPOM Semarang memusnahkan ratusan ribu obat, jamu, makanan, dan kosmetik ilegal. Barang-barang tersebut tak memiliki izin edar dan mengandung bahan kimia berbahaya.

Pemusnahan secara simbolis dilakukan di halaman kantor BPOM Semarang, Jl Madukoro, Senin (24/5/2010). Hadir, Kepala BPOM Kustantiah, unsur kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemerintah daerah.

Selain dibakar, barang-barang tersebut dilindas. Sementara, peralatan pembuatan jamu ilegal dipotong-potong dengan cara dilas.

Kepala BPOM Semarang Supriyanto Utomo mengatakan, barang-barang tersebut disita dari 11 tersangka. Selain produk lokal, petugas BPOM juga menemukan barang impor berupa makanan. “Barang itu dimasukkan tanpa izin edar,” katanya.

Supriyanto merinci, beberapa barang yang dimusnahkan diantaranya, kosmetika tanpa izin edar sebanyak 157 item, makanan impor (70), obat tradisional (140), obat keras (625), kosmetika yang mengandung bahan berbahaya (675), dan lain sebagainya.

“Kami berharap masyarakat mewaspadai barang-barang yang dimungkinkan ilegal,” ujarnya.

Usai pemusnahan secara simbolik, BPOM mengangkut barang-barang ilegal lainnya dengan sejumlah truk ke TPA Jatibarang, Semarang. Di tempat tersebut, barang-barang tersebut dibakar.

(djo/djo)

Juni 25, 2010 Posted by | Artikel Kesehatan, Berita Jamu Indonesia, Berita tentang BKO | Tinggalkan komentar

Jateng Diusulkan Jadi Penggerak Koperasi Nasional

Selasa, 29 Sept 2009 21:12:03 WIB | Oleh : Zuhdiar Laeis

Semarang, 29/9 (ANTARA) – Jawa Tengah diusulkan menjadi penggerak koperasi nasional mengingat kontribusi koperasi di provinsi itu cukup tinggi terhadap keuangan mikro secara nasional.

“Jateng telah memberikan kontribusi untuk ukuran koperasi berkualitas secara nasional sekitar 12,6 persen,” kata Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng, Abdul Sulhadi, di Semarang, Selasa.

Ia menyebutkan, secara nasional jumlah koperasi berkualitas saat ini sebanyak 42.267 unit, di antaranya sebanyak 5.333 unit tersebar di beberapa daerah di Jateng.

“Jumlah koperasi berkualitas ditargetkan akan bertambah menjadi sebanyak 70 ribu unit atau minimal meningkat sekitar 12 ribu unit dari jumlah semula,” katanya.

Menurut dia, kontribusi koperasi di Jateng terhadap perekonomian mikro secara nasional juga ditandai dengan meningkatnya jumlah koperasi di provinsi tersebut dibandingkan pada 2008.

“Pada 2008, keseluruhan jumlah koperasi yang berada di wilayah Jateng hanya sekitar 17 ribu unit, namun pada tahun ini meningkat menjadi sekitar 24 ribu unit,” katanya.

Pihaknya telah menyampaikan usulan agar Jateng menjadi penggerak koperasi nasional kepada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Jakarta.

Ia mengatakan, lima kabupaten dan kota di Jateng yang diusulkan sebagai daerah penggerak koperasi yakni Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Boyolali, Surakarta, dan Cilacap.

Sebelumnya, katanya, pihaknya juga telah mengusulkan kepada Kementerian Koperasi dan UKM agar dua daerah lainnya yaitu Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri juga sebagai penggerak koperasi.

“Mengenai usulan tersebut, saat ini sedang dalam tahapan verifikasi di tingkat Kementerian Koperasi dan UKM,” katanya.

Menurut dia, usulan tersebut merupakan apresiasi terhadap kinerja koperasi di Jateng yang cukup baik.

Gubernur Jateng, Bibit Waluyo, mengatakan, koperasi merupakan gerakan yang cukup penting untuk membangun perekonomian masyarakat sehingga harus selalu mendapatkan dorongan guna pengembangan usaha itu.

“Koperasi sebagai lembaga keuangan mikro selalu menjaga eksistensinya untuk mendukung pemberdayaan masyarakat,” katanya.

Pemprov Jateng selama dua tahun terakhir menambah alokasi anggaran cukup tinggi untuk mendukung kinerja koperasi.

Ia menyebutkan, anggaran untuk koperasi pada 2008 sekitar Rp24 miliar atau meningkat cukup besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang hanya sekitar Rp6,9 miliar.

“Peranan koperasi disadari dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama berkaitan dengan kebutuhan pembiayaan usaha kecil dan mikro, sehingga harus dioptimalkan,” kata Bibit. s

November 26, 2009 Posted by | Berita tentang BKO | , , , , , , , , , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

BPOM Awasi Peredaran Obat Tradisional

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengawasi secara ketat peredaran obat tradisional produksi dalam dan luar negeri untuk memastikan keamanan produk tersebut bagi konsumen.

Menurut Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Ruslan Aspan di Jakarta, Senin, pengawasan terhadap peredaran produk obat tradisional dilakukan sebelum dan sesudah produk beredar di pasaran.

“Obat tradisional yang diregistrasi ke Badan POM akan diperiksa, apakah memenuhi standar untuk diedarkan atau tidak,” katanya, serta menambahkan dalam hal ini pemeriksaan meliputi komposisi bahan, cara produksi, keamanan, dan stabilitas produk.

Pihaknya, kata Ruslan, juga melakukan audit proses produksi obat tradisional secara berkala untuk memastikan setiap produsen menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).

Selama triwulan pertama tahun 2009, BPOM telah melakukan inspeksi penerapan CPOTB pada 48 industri obat tradisional dan menemukan 27 produsen yang tidak beroperasi sesuai ketentuan.

Lebih lanjut dia menjelaskan, BPOM juga memantau peredaran produk obat tradisional dengan melakukan sampling dan pengujian secara berkala terhadap produk-produk yang beredar di pasaran.

“Surveilans terhadap produk yang beredar di pasaran dilakukan secara intensif oleh balai-balai POM di daerah,” katanya.

Melalui kegiatan surveilans rutin itulah, kata dia, BPOM biasanya menemukan produk obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat berbahaya dan obat tradisional tak terdaftar dengan kualitas di bawah standar.

Selama triwulan pertama tahun 2009, BPOM melakukan pengujian terhadap 454 sampel obat tradisional dan mendapati 210 (38 persen) di antaranya tidak memenuhi persyaratan mutu.

“Hal itu sudah ditindaklanjuti dengan melakukan penarikan dan pemusnahan produk, pembatalan nomor registrasi, pro-justisia serta pembinaan,” katanya.

Selama triwulan pertama tahun 2009, sebanyak 472 kotak, 20.710 bungkus, 237 kapsul, 22 botol, dan 38 tube obat tradisional aneka fungsi dimusnahkan karena terbukti mengandung bahan kimia obat.

Obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat dapat menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi dalam jangka panjang. Oleh karena itu, Ruslan mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam menggunakan produk tersebut.

“Lebih baik menggunakan obat tradisional yang sudah terdaftar di BPOM, yang bertanda TR, obat tradisional yang produsennya jelas, serta yang nama dan khasiat yang dicantumkan dalam kemasannya tidak bombastis atau berlebihan. Untuk produk impor, gunakan yang sudah terdaftar, yang keterangan produknya berbahasa Indonesia,” demikian Ruslan Aspan. Kompas.com

Juli 25, 2009 Posted by | Berita Jamu Indonesia, Berita tentang BKO, Info Pemerintah | Tinggalkan komentar

38 Persen Obat Tradisional Tak Bermutu

Bahan produk herbal dipamerkan dalam Pameran Produk Herbal dan Kosmetik di Plaza Pameran Departemen Perindustrian, Jakarta, Selasa (16/12). Pameran tersebut berlangsung hingga 19 Desember mendatang.

JAKARTA, KOMPAS.com — Selama triwulan pertama tahun 2009, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pengujian terhadap 454 sampel obat tradisional dan mendapati 210 (38 persen) di antaranya tidak memenuhi persyaratan mutu.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, Selasa siang, Kepala BPOM Husniah Rubiana Thamrin Akib mengatakan, dari 210 sampel obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu tersebut, enam di antaranya merupakan obat tradisional impor dan 204 lainnya obat tradisional lokal.

“Hal itu sudah ditindaklanjuti dengan melakukan penarikan dan pemusnahan produk, pembatalan nomor registrasi, projustisia serta pembinaan,” katanya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, BPOM melakukan pengawasan obat tradisional sebelum dan setelah produk dipasarkan untuk memastikan keamanan produk yang beredar di pasaran.

Ia mengatakan, sebelum mengeluarkan izin edar obat tradisional, pihaknya melakukan penilaian (pre-market evaluation) untuk menjamin keamanan, manfaat, dan mutu produk tersebut.

Pada saat melakukan pendaftaran produk obat tradisionalnya, perusahaan yang bersangkutan harus memberikan informasi yang benar mengenai komposisi bahan, cara produksi, data keamanan produk, stabilitas produk, dan hasil pemeriksaan laboratorium terakreditasi mengenai produknya termasuk pengujian BKO dengan parameter tertentu.

Apabila berdasarkan hasil penilaian produk tersebut dinyatakan memenuhi syarat maka BPOM akan memberikan nomor persetujuan pendaftaran (nomor izin edar).

Guna memastikan keamanan produk obat tradisional, BPOM juga memeriksa ketaatan penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).

Menurut Husniah, selama triwulan pertama tahun 2009 BPOM telah melakukan inspeksi penerapan CPOTB pada 48 industri obat tradisional dan menemukan 27 produsen yang tidak beroperasi sesuai ketentuan.

Selain itu, pengawasan juga dilakukan terhadap produk obat tradisional yang sudah beredar di pasaran untuk memastikan produsen tidak melakukan pelanggaran.

“Karena kadang produsen dengan sengaja menambahkan BKO saat produksi atau menyembunyikan informasi mengenai komposisi saat penilaian awal,” katanya.

Pengawasan pascaproduksi juga dilakukan terhadap proses distribusi. Husniah mengatakan, selama triwulan pertama tahun 2009, BPOM telah memeriksa 164 sarana distribusi atau tempat penjualan obat tradisional dan menemukan 35 sarana distribusi yang tidak memenuhi ketentuan.

“Tindak lanjut yang dilakukan berupa pemusnahan produk yang mengandung bahan kimia obat dan melakukan pembinaan terhadap produsennya,” kata Husniah.

Ia menambahkan, produk obat tradisional yang dalam tiga bulan terakhir sudah dimusnahkan karena mengandung bahan kimia obat (BKO) sebanyak 472 kotak, 20.710 bungkus, 237 kapsul, 22 botol, dan 38 tube. “Enam kasus di antaranya sudah ditindaklanjuti dengan projustisia,” katanya.

Mei 25, 2009 Posted by | Berita Jamu Indonesia, Berita tentang BKO, Ide Bagus, Info Pemerintah | Tinggalkan komentar