Koperasi Jamu (KOJAI) Sukoharjo

Just another WordPress.com weblog

Kopja: Sidak Harus Tawarkan Solusi Baru

SUKOHARJO (Joglosemar): Koperasi Jamu (Kopja) memprotes inspeksi mendadak (Sidak) yang produk jamu yang selama ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) dan Kabupaten Sukoharjo.
Pasalnya, Sidak-sidak yang digelar selama ini gigi tersebut nyaris tidak disertai dengan tawaran solusi. Padahal, persoalan jamu menyangkut banyak hal, seperti perizinan dan pemasaran.

“Selama aturan demi aturan, tapi tak pernah memunculkan lagi nama itu,” ujar Ketua Kopja, Bu Murtejo, akhir pekan kemarin.
Untuk itu, Murtejo berharap dinas melakukan Sidak-sidk lagi ke pasar. Namun tidak hanya datang untuk memeriksa produk jamu yang menyalahi aturan dalam berdagang saja yang diburu. “Kalau sudah ada pelanggaran, lalu solusinya apa?” lanjut Murtejo.
Murtejo mengatakan, sebenarnya peran koperasi jamu sudah tidak kurang-kurang untuk mengingatkan para anggotanya untuk taat hukum dan aturan.

Melalui pertemuan tiap bulannya yang diikuti 60 anggota itulah, pesan-pesan dan informasi-informasi dari atas disampaikan ke anggota.

“Tak henti-hentinya kami selalu mengingatkan aturan dalam berdagang jamu yang benar kepada mereka. Semisal dalam bungkus jamu yang dijual harus terdapat komposisi jamu, tanggal kedaluwarsa, cara pemakaian serta manfaat dari jamu. Akan tetapi padagang terkadang ada yang tidak mematuhi aturan yang ada,” urai Murtejo.
Seperti diberitakan sebelumnya, DKK serta Disperindag melakukan sidak di Pasar Nguter dan menemukan delapan buah jamu yang kedaluwarsa, ditemukan pula jamu-jamu tidak berlabel serta ditemukannya bungkus jamu kosongan yang dimiliki pedagang di Pasar Nguter.

Menanggapi hal itu, Murtejo selaku Ketua Kopja menjelaskan, adanya penjual jamu yang tidak mencantumkan label, terutama karena tidak semua pedagang mampu membuat perizinan produksi maupun label jamu dagangannya.
Dijelaskan, hanya 50 persen dari total penjual jamu di Sukoharjo yang telah memiliki izin. Pasalnya, untuk mendapatkan izin usaha, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Bahkan, biaya uji coba jamu, tarifnya naik dua kali lipat. Jika sebelumnya, untuk tiap jamu Rp 400.000 sekarang mencapai Rp 800.000.

Murtejo membenarkan, menurut DKK penjual hanya mengeluarkan uang Rp 50.000 untuk mengurus perizinan. Namun, jika harus mengurus sendiri, prosesnya harus sampai Jakarta.

“Kita memang imbau para anggota untuk tidak melanggar aturan. Jika sampai kedapatan melanggar, ya risikonya nanti ditanggung sendiri,” ujar Murtejo lebih lanjut. (fii, pada harianjoglosemar.com)

November 27, 2009 Posted by | Anggota Kojai, Berita Jamu Indonesia, Info Kegiatan Kojai, Tentang Kojai Sukoharjo | , , , , , , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Sejarah Berdirinya Koperasi Jamu Indonesia Kabupaten Sukoharjo

Koperasi Jamu Indonesia (Kojai) Sukoharjo semula merupakan pra koperasi, maksudnya adalah suatu wadah organisasi yang belum berbadan hukum dan beranggotakan para Pengrajin Jamu di wilayah Sukoharjo dan sekitarnya.

Organisasi ini mulai dirintis tahun 1977 dimana kojai saat itu masih bergabung dalam wadah Gabungan Perusahaan Jamu Indonesia (GPJI) dengan ketuanya saat itu Drs.Moertedjo yang saat itu sebagai wakit ketua GPJI Pusat. Kojai ditahun 1977 beranggotakan 15 pengrajin jamu.

Pada tahun 1989 di Jakarta, diadakan seminar dan pekan Jamu seluruh Indoensia, serta serah terima jabatan dari Bapak Drs.Moertedjo kepada Ibu BRA Moeryati Sudibyo, dengan perubahan nama GPJI menajdi GP (Gabungan Pengusaha) Jamu dan Obat Tradisional.

Kojai sejak awal mempunyai kegiatan utama menghimpun pengrajin jamu, melakukan pembimbingan, serta pengarahan bagaimana membuat jamu yang sehat, aman, dan baik (baik itu jamu dalam bentuk serbuk maupun jamu gendong.

Selain melakukan pembinaan pada pengrajin jamu gendong, Kojai memberikan fasilitas kepada para anggotanya untuk kemudahan dalam pengurusan perizinan, baik pendaftaran izin prinsip IKOT, maupun pendaftaran izin edar produk (TR) obat tradisional secara kolektif.

Pada tanggal 30 juli 1995, organisasi tersebut resmi berbadan hukum, dengan nomor: 1246/BH/KWK II/VII/1995/30 juli 1995, dengan nama organisasi Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) yang diketuai oleh Ny.Suwarsi Moertedjo dengan anggota 30 pengrajin jamu. Seiring dengan perkembangan Pengrajin jamu di kabupaten Sukoharjo, Kojai mengalami perkembangan yang pesat. Hingga akhirnya pada tahun 2009 Kojai berangotakan 72 anggota.

Kepercayaan terhadap Kojai pun tidak semata-mata berasal dari para anggotanya. Dibuktikan pada tahun 2005, Kojai mendapatkan kepercayaan dari pemerintah berupa dana APBD, serta dana bergulir dari Kementerian Koperasi dan UKM. Dengan kerjasama yang baik diantara pengurus dan anggotanya, akhirnya dana tersebut dapat dikelola dengan baik sehingga tidak ada kesulitan pada saat pengembaliannya.

Sebagai sebuah organisasi yang legal dan terpercaya, Kojai Sukoharjo mempunyai 3 prinsip yang akan senantiasa diingat oleh segenap pengurus dan anggotanya, yaitu:
1. Persatuan
2. Kejujuran
3. Kedisiplinan.

Prinsip di atas, dituangkan Kojai Sukoharjo pada komitmen wajib bagi seluruh anggotanya, yaitu pernyataan dari semua anggota untuk tidak mencampur

Bila pada banyak koperasi yang menjadi kendala adalah masalah keuangan, maka bagi Kojai hal tersebut tidaklah menjadi persoalan atau beban bagi anggotanya. Kojai terus bertekad untuk memberikan pelayanan dan bantuan kepada seluruh anggotanya dalam meringankan dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi anggotanya.

Saat ini, dalam melakukan kegiatannya sehari-hari Kojai Sukoharjo berkantor di sebuah rumah sewa di jalan Mayor Sunaryo nomer 8, Sukoharjo. Walaupun demikian, Kojai tetap dapat memberikan kenyamanan dalam berkonsultasi dan menggerakkan semua kegiatan yang telah ditetapkan.

November 27, 2009 Posted by | Anggota Kojai, Berita Jamu Indonesia, Info Kegiatan Kojai, Tentang Kojai Sukoharjo | , , , , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Jateng Diusulkan Jadi Penggerak Koperasi Nasional

Selasa, 29 Sept 2009 21:12:03 WIB | Oleh : Zuhdiar Laeis

Semarang, 29/9 (ANTARA) – Jawa Tengah diusulkan menjadi penggerak koperasi nasional mengingat kontribusi koperasi di provinsi itu cukup tinggi terhadap keuangan mikro secara nasional.

“Jateng telah memberikan kontribusi untuk ukuran koperasi berkualitas secara nasional sekitar 12,6 persen,” kata Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng, Abdul Sulhadi, di Semarang, Selasa.

Ia menyebutkan, secara nasional jumlah koperasi berkualitas saat ini sebanyak 42.267 unit, di antaranya sebanyak 5.333 unit tersebar di beberapa daerah di Jateng.

“Jumlah koperasi berkualitas ditargetkan akan bertambah menjadi sebanyak 70 ribu unit atau minimal meningkat sekitar 12 ribu unit dari jumlah semula,” katanya.

Menurut dia, kontribusi koperasi di Jateng terhadap perekonomian mikro secara nasional juga ditandai dengan meningkatnya jumlah koperasi di provinsi tersebut dibandingkan pada 2008.

“Pada 2008, keseluruhan jumlah koperasi yang berada di wilayah Jateng hanya sekitar 17 ribu unit, namun pada tahun ini meningkat menjadi sekitar 24 ribu unit,” katanya.

Pihaknya telah menyampaikan usulan agar Jateng menjadi penggerak koperasi nasional kepada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Jakarta.

Ia mengatakan, lima kabupaten dan kota di Jateng yang diusulkan sebagai daerah penggerak koperasi yakni Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Boyolali, Surakarta, dan Cilacap.

Sebelumnya, katanya, pihaknya juga telah mengusulkan kepada Kementerian Koperasi dan UKM agar dua daerah lainnya yaitu Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri juga sebagai penggerak koperasi.

“Mengenai usulan tersebut, saat ini sedang dalam tahapan verifikasi di tingkat Kementerian Koperasi dan UKM,” katanya.

Menurut dia, usulan tersebut merupakan apresiasi terhadap kinerja koperasi di Jateng yang cukup baik.

Gubernur Jateng, Bibit Waluyo, mengatakan, koperasi merupakan gerakan yang cukup penting untuk membangun perekonomian masyarakat sehingga harus selalu mendapatkan dorongan guna pengembangan usaha itu.

“Koperasi sebagai lembaga keuangan mikro selalu menjaga eksistensinya untuk mendukung pemberdayaan masyarakat,” katanya.

Pemprov Jateng selama dua tahun terakhir menambah alokasi anggaran cukup tinggi untuk mendukung kinerja koperasi.

Ia menyebutkan, anggaran untuk koperasi pada 2008 sekitar Rp24 miliar atau meningkat cukup besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang hanya sekitar Rp6,9 miliar.

“Peranan koperasi disadari dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama berkaitan dengan kebutuhan pembiayaan usaha kecil dan mikro, sehingga harus dioptimalkan,” kata Bibit. s

November 26, 2009 Posted by | Berita tentang BKO | , , , , , , , , , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Gub Jateng : Koperasi dan UMKM Mampu Gerakkan Ekonomi Masyarakat Pedesaan

Semarang, (BT).
Dalam rangka pemberdayaan Koperasi dan UMKM, Pemprov Jateng telah melakukan upaya-upaya penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat perdesaan dan perkotaan dalam basis sistem agrobisnis melalui KUD, koperasi tani, koperasi simpan pinjam dan usaha simpan pinjam. Dengan upaya tersebut diharapkan Koperasi dan UMKM mampu menggerakkan roda ekonomi rakyat, yang akhirnya akan memicu dan memacu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Demikian diungkapkan Gubernur Jawa Tengah H Bibit Waluyo, saat membuka Workshop Nasional Ekspose Hasil Pemberdayaan Koperasi dan UKM, di Hotel Gumaya Semarang, Selasa (29/9).

Workshop dihadiri Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM, Asisten Deputi Urusan Tata Laksana Koperasi Kementerian Negara Koperasi dan UKM RI, Anggota DPRD Prov Jateng dan Kabupaten/Kota, Para Bupati/Walikota se Jateng, Pimpinan SKPD Provinsi dan Kab/Kota se Jateng terkait, Pengurus Dekopinwil, Dekopinda dan Asosiasi Koperasi dan UKM, dan para sumber.

Bibit Waluyo minta kepada para pemangku kepentingan untuk aktif mendorong perkembangan Koperasi dan UMKM dengan memanfaatkan potensi lokal seperti pemberdayaan Bank Daerah, BPR, dan Bank-Bank lainnya dengan memberikan bantuan pijaman modal melalui kredit lunak, pelatihan dan lain-lain.

“Bantuan kucuran dana, untuk pengembangan koperasi dan modal usaha UMKM serta dukungan sarana dan prasarana penunjang lainnya, sangat diperlukan dari Pemerintah melalui Kementerian Negara Koperasi dan UKM RI,” tandasnya.

Dalam konteks ini, lanjut Gubernur, maka Pemerintah, Pemprov dan Pemkab/kota melalui Dinas yang membidangi Koperasi dan UKM harus bisa melakukan maping potensi Koperasi dan UKM yang dapat dikembangkan secara akurat.

Ditambahkan, tanpa adanya dukungan dan fasilitasi dari Pemerintah dan apabila hanya mengandalkan modal dari koperasi, sulit bagi koperasi untuk bisa mengembangkan usahanya dalam memback-up modal kepada UKMK, pungkasnya. (*Spt).

November 26, 2009 Posted by | Berita Jamu Indonesia | , , , , , , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Persepsi Terhadap Produk Jamu Harus Ditingkatkan

SEMARANG–MI:Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengatakan persepsi publik terhadap produk jamu harus ditingkatkan agar bisa bersaing dengan produk sejenis dari China dan Korea.

Kualitas produk kita tidak kalah jika dibandingkan dengan ginseng dan produk dari China. Namun kita harus mau menggunakannya, katanya saat berkunjung ke pabrik jamu Sido Muncul di Ungaran, Jawa Tengah (jateng), Kamis (21/5).

Hal tersebut dikatakannya saat melakukan temu wicara dengan sejumlah pengusaha jamu. Dalam kunjungan ke Jateng tersebut, selain didampingi Ibu Mufidah Jusuf Kalla, Wapres juga didampingi Gubernur Jateng Bibit Waluyo dan Presdir PT Sido Muncul Irwan Hidayat dan sejumlah pejabat Pemprov lainnya. Hadir pula sejumlah politisi Partai Amanat Nasional (PAN) seperti Dradjad Wibowo dan Alvin Lie.

Kalla menjelaskan, persepsi konsumen tentang produk ginseng dari Korea selama ini membuat harga produk itu mahal. Kenyataannya produk tesebut tetap dibeli masyarakat.

Begitu pun dengan produk herbal dari China yang kualitasnya belum tentu lebih baik dari produk jamu Indonesia. Jadi ini masalah persepsi di samping harus dibuktikan khasiatnya bagus, ujarnya.

Menurut Kalla, untuk memperkuat persepsi tersebut semua pihak termasuk masyarakat juga harus mau menggunakannya. Jadi jangan hanya berbicara saja, termasuk para pejabat.

Kalla memberi contoh kenaikan omzet produk sepatu Cibaduyut, Jawa Barat, setelah dirinya ikut mendorong para pejabat untuk menggunakan sepatu produk dalam negeri tersebut. Sepatu Cibaduyut dari pasar menengah ke bawah langsung saya pakai kemana-mana, menteri pun saya sweeping, ungkapnya.

Kini omzet penjualan sepatu Cibaduyut naik 40%. Jadi ongkosnya murah hanya dengan menaikkan persepsi, ujarnya.

Kalla juga mengakui dirinya tidak keberatan disebut beriklan selama tujuannya untuk memperkuat persepsi produk dalam negeri. Biarlah saya gratis untuk ongkos iklan dia, ujar Kalla yang dalam kesempatan kunjungan tersebut bersedia difoto bersama bintang iklan Mbah Maridjan dan Irwan Hidayat.

Menurut Kalla mengangkat persepsi produk jamu bukan berarti anti produk mahal. Namun, perlu diciptakan cara bagaimana masyarakat mencintai produk lokal seperti produk jamu. Dengan mencintai produk lokal maka kemandirian ekonomi juga akan bisa tercapai, katanya.

Irwan Hidayat menambahkan, saat ini ada 1.300 pengusaha jamu di Indonesia. Namun omzetnya masih kurang dari Rp5 triliun. Berbeda dengan produk farmasi yang omzetnya mencapai Rp40 triliun, ujarnya.

Padahal, tambah Irwan, di Indonesia terdapat 30 ribu spesies tanaman yang berpotensi dijadikan tanaman obat. Namun kenyataannya pemanfataannya masih kalah dengan China, ujarnya. (Che/OL-01)

November 26, 2009 Posted by | Berita Jamu Indonesia | , , , , , , , , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Kembangkan UKM

26 Oktober 2009

SEBAGAI banknya Jawa Tengah, Bank Jateng Cabang Salatiga saat ini juga melaksanakan program Bali Ndeso Mbangun Ndeso yang dicanangkan Gubernur Bibit Waluyo.

”Saat ini kami sedang mencari pengusaha kecil dan menengah (UKM) yang ada di Kota Salatiga dan sekitarnya, khususnya yang ada di wilayah pedesaan untuk dibantu pembiayaan produktif,” kata Shri Djono Kusumo SE MM, Pemimpin Bank Jateng Cabang Salatiga, ketika ditemui akhir pekan lalu.

Menurutnya, pembiayaan produktif untuk para pengusaha UKM tersebut sebenarnya sudah dilaksanakan. Namun, sesuai dengan program yang dicanangkan Gubernur Bibit Waluyo, hal itu akan semakin ditingkatkan lagi. Pasalnya, banyak potensi yang bisa dikembangkan dari UKM.

Dikemukakan, salah satu potensi yang dimiliki Salatiga adalah pada sektor makanan khas.
Saat ini bank yang dipimpinnya merupakan salah satu bank terbesar di Salatiga.

Memiliki kantor cabang di Jalan Pemuda serta dua kantor kas di Pemkot Salatiga serta RSUD dan payment point di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Salatiga. Tahun ini, pihaknya juga akan bekerja sama dengan pemkot terkait akan diberlakukannya Kartu Pegawai Elektronik (KPE) bagi seluruh PNS.

Pecinta Olahraga

Sebelum bertugas di Salatiga, alumni Fakultas Ekonomi (FE) jurusan manajemen dan Magister Manajemen (MM) dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang itu pernah bertugas pula sebagai Pemimpin Cabang Bank Jateng Ungaran.

Selain itu, pria yang berkarir di Bank Jateng, saat masih bernama BPD Jateng sejak tahun 1980 itu, pernah bertugas di berbagai wilayah, seperti Sragen, Purwodadi, Tegal, Pemalang dan Semarang. ”Selama berkarir saya pernah ditugaskan di banyak bagian, seperti pengawasan, kredit atau manajemen. itu, juga jadi nilai plus tersendiri,” katanya.

Di luar kesibukannya dalam dunia perbankan, pria kelahiran Semarang tersebut juga merupakan pecinta olahraga. Saat masih muda, dia mengaku senang dengan sepakbola. Kini, kecintaannya pada sepakbola masih terus diwujudkan dengan menjadi ketua klub Biprada (Bina Putera Daerah) Semarang.

”Saat ini ada delapan pemain binaan Biprada yang turut memperkuat PSIS U-20,” kata ayah satu anak yang saat ini juga menekuni olahraga golf tersebut. (H53-16)

November 21, 2009 Posted by | Info Pemerintah, UKM | , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Masyarakat Hutan Diminta Kembangkan Tanaman Jamu

Jumat, 17 Oktober 2008 Purworejo, CyberNews. Masyarakat Jawa Tengah yang tinggal di sekitar hutan diminta mengembangkan tanaman jamu. Permintaan pasar terhadap sejumlah komoditas tanaman jamu saat ini cukup tinggi, bahkan produksi yang ada tidak sebanding dengan permintaan, sehingga harganya lumayan tinggi.

Permintaan itu disampaikan Gubernur Jateng Bibit Waluyo saat menggelar dialog dengan anggota lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) Kedu Selatan di Wana Wisata Kusumo Asri Desa Mayungsari, Kecamatan Bener, Purworejo. “Silakan masyarakat hutan mengembangkan tanaman jamu, pasarnya terbuka luas,” katanya.

Orang nomor satu di Jawa Tengah ini mengungkapkan, usai dilantik beberapa waktu lalu dirinya langsung memanggil empat pengusaha jamu tradisional. Yaitu jamu Nyonya Menir, Sido Muncul, Cap Jago, dan Leo. Para pengusaha jamu itu “ditanting” mau tidak membeli bahan baku dari wilayah Jawa Tengah.

Dari hasil pertemuan itu, para pengusaha jamu berkomitmen siap menyerap produk pertanian tanaman jamu. Bahkan berapa pun akan diserap dengan catatan produknya sesuai dengan standar yang diminta. Jika serius para pengusaha jamu siap bekerjasama dengan menyediakan benih.

“Dalam waktu dekat akan ada tim yang melakukan survei. Saya sudah minta agar koordinasi dengan Dinas Pertanian yang ada di masing-masing kabupaten. Jadi Dinas Pertanian siap-siap saja,” katanya.

Diungkapkan Bibit, sejumlah komoditas tanaman jamu yang banyak dibutuhkan perusahaan jamu antara lain jahe, temu lawak, kencur, kapulogo, dan masih banyak yang lain. “Asal kita mau giat bekerja, pasti bisa. Manfaatkan potensi yang ada,” katanya.

Menurut Bibit, sistem kerjasama antara masyarakat dengan Perum Perhutani dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sudah sangat tepat. Masyarakat bisa memperoleh hasil dari sekitar hutan dan aset Perhutani juga aman dari tindakan-tindakan yang merugikan.

Pengembangan Wisata

Pada bagian lain Bibit mendukung pengembangan obyek wisata Kusumo Asri yang ada di Desa Mayungsari. Menurut Bibit, Kusumo Asri sangat layak untuk dijual. “Bahkan kesegaran udara dari wilayah sini bisa dijual ke investor luar negeri. Saya siap membawa investornya kesini,” tambahnya.

Jika potensi wisata itu dikembangkan, sambungnya, dampaknya luar biasa karena akan mampu menciptakan peluang kerja dan pada gilirannya berdampak pada perkembangan ekonomi pedesaan. “Jadi bisa mengurangi angka urbanisasi karena hidup di desanya ternyata juga bisa sejahtera,” katanya.

Ketua LMDH Kedu Selatan, H Sudiyo berharap Pemkab Purworejo maupun Pemprov Jateng bisa membantu LMDH dalam pengembangan obyek wisata tersebut. Yakni dengan penambahan fasilitas wisata sehingga bisa mengundang wisatawan datang.

Fasilitas wisata yang ada baru kolam pemancingan, area pembibitan tanaman, aneka satwa, aula pertemuan, bumi perkemahan, dan wisma penginapan. “Mohon bantuannya untuk peningkatan akses jalan dan infrastruktur listrik,” katanya.

Administratur Perhutani KPH Kedu Selatan Ir Dwi Witjahjono MBA mempersilakan obyek itu dikembangkan. “Perhutani hanya minta aset yang ada dijaga. Kita akan buat perjanjian pengelolaan. Kalau nantinya sudah berhasil, Perhutani siap sharing, 60 % untuk LMDH sisanya 40 % untuk Perhutani. Itupun akan dikembalikan kepada masyarakat lagi,” paparnya

(Nur Kholiq /CN09)

November 20, 2009 Posted by | Berita Jamu Indonesia | , , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar