Koperasi Jamu (KOJAI) Sukoharjo

Just another WordPress.com weblog

Jamu Brand Indonesia

Kiranya perlu kita ingat, bahwa Pemerintah kita telah begitu perhatian terhadap perkembangan Jamu. Mengingat jamu bagi masyarakat Indonesia telah dianggap sebagai budaya, yang harus sama-sama kita lestarikan.

Pesan yang mendalam yang dicanangkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada Gelar Kebangkitan Jamu Indonesia melalui “Jamu Brand Indonesia” tanggal 27 Mei 2008, telah menyadarkan semua pihak untuk mengembangkan industri dan usaha jamu, sehingga tahun 2008 dikenal menjadi tahun kebangkitan jamu Indonesia.

Pesan Pak SBY dalam Pengembangan Jamu, “JAMU BRAND INDONESIA”.
1. Peningkatan produksi,mulai dari bahan baku hingga produk akhir.
2. Peningkatan peran jamu dalam kesehatan, kebugaran dan kecantikan.
3. Bimbingan dan memudahkan terkait dengan standarisasimutu jamu serta produksi dan distirbusi jamu berkualitas.
4. Promosi dan pemasaran jamu.
5. pengawasan atas produk-produk jamu
6. Pengembangan penelitian dan pengembangan jamu.
7. Integritas sistem kesehatan medis dan Komplementer berbasis jamu, sebagai “sistem ganda”, kedua sistem jangan dikotak-kotakkan.
8. Masukan “Jamu Brand” Indonesia dalam “Mainstream” strategi pemasaran Indonesia.
9. Kembangkan dan manfaatkan berbagai fasilitas untuk usaha mikro, kecil dan menengah jamu.

Ayo bangkit jamu Indonesia…

Juli 29, 2010 Posted by | Berita Jamu Indonesia, Ide Bagus, Info Kegiatan Kojai | Tinggalkan komentar

Lokakarya Tanaman Obat Indonesia 28-29 Juli 2010

Alhamdulillah, kami dapat hadir di kota Jakarta. Hari ini adalah hari yang begitu penting, dikarenakan pada hari ini akan dilaksanakan pembukaan LOKAKARYA NASIONAL TANAMAN OBAT INDONESIA yang diselenggarakan di Kementerian Kehutanan RI di Jakarta.

Acara yang bertajuk “Sinergi Multipihak dalam Budidaya, Pelestarian dan Peningkatan Kualitas Tanaman Obat Indonesia” diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan insya Allah akan berlangsung dari tanggal 28-30 Juli 2010.

Yang menghadiri acara ini adalah berbagai Kementerian seperti Kesehatan, Ristek, Perekonomian, Koperasi dan UMKM. Selain itu juga hadir diantaranya adalah utusan dari Rumah sakit yang telah menggunakan OT sebagai obat pilihan dalam menterapi pasiennya, Balitro, BPTO Tawangmangu, UGM, madu Perhutani, koperasi jamu, para herbalis dan masih banyak lagi.

Acara dimulai dengan talkshow, kemudian stelah Bapak Kemeneg Kehutanan datang pembukaan Lokakarya pun dimulai.

Alhamdulillah, kami dari KOJAI Sukoharjo turut hadir dalam acara ini, bersama dengan kedua Anggota Kami IKOT PJ AL-Ghuroba’ yang merupakan pengepul madu sekaligus perusahaan jamu dan PJ BISMA SEHAT. Kedunya merupakan binaan dari KOJAI.

Demikian yang dapat kami sampaikan saat ini. Terima kasih.

Juli 29, 2010 Posted by | Artikel Kesehatan, Berita Jamu Indonesia, Ide Bagus, Info Kegiatan Kojai | Tinggalkan komentar

Jamu yang Halal

Jakarta – Kesadaran masyarakat kembali ke alam membuat jamu dan obat suplemen jadi alternatif. Namun, konsumen muslim harus tetap berhati-hati, mengingat besarnya peluang pengunaan bahan-bahan yang belum jelas kehalalannya pada produk jamu yang makin menjamur.

Siapa yang tak kenal jamu? Minuman tradisionil yang sekaligus berfungsi sebagai obat-obatan ini telah dikenal sejak jaman kakek dan nenek kita hingga sekarang. Seiring waktu jamu lebih dikenal dengan sebutan populer yaitu obat-obatan herbal. Jika dulu jamu dijual dengan cara digendong sehingga lebih dikenal dengan sebutan jamu gendong, kini jamu tampil lebih modern seperti dalam bentuk kapsul atau pil.

Jamu dan obat suplemen sebenarnya merupakan dua kelompok produk yang berbeda. Jamu dikategorikan sebagai obat tradisional yang mampu menyembuhkan penyakit tertentu, sedangkan makanan suplemen tidak dikategorikan sebagai obat. Suplemen lebih sebagai peningkat daya tahan tubuh yang berkhasiat untuk mencegah timbulnya penyakit tertentu.

Kini ditengah gencarnya berbagai promosi produk jamu dan suplemen hendaknya konsumen perlu berhati-hati. Tidak seperti dulu dimana jamu banyak menggunakan bahan-bahan alami yang berasal dari tumbuhan. Kini banyak pula yang menggunakan bahan-bahan dari hewan.

Sebagai contoh salah satu jamu yang diproduksi lokal menggunakan jeroan ayam sebagai salah satu komposisi bahannya. Selain itu jamu dengan bahan-bahan hewani juga ditemukan dalam produk jamu asal Cina. Tidak hanya hewan yang umum dikonsumsi tetapi juga mencakup hewan buas dan hewan lainnya.

Misalnya  saja jamu Tiongkok yang dipercaya bisa dengan menyembuhkan luka pasca operasi ternyata mengandung darah ular. Begitu pula dengan produk suplemen yang mengandung bahan hewani, seperti produk yang kaya kalsium yang berasal dari tulang sapi.

Jika produk dengan bahan-bahan hewani tersebut ditemukan, maka sudah menjadi kewajiban konsumen muslim mempertanyakan kehalalannya. Bila ditemukan berasal dari hewan halal, perlu dipastikan cara penyembelihan hewan tersebut apakah disembelih dengan cara yang halal pula atau tidak. Namun bila yang digunakan adalah hewan yang tidak umum, maka status kehalalannya perlu diperjelas dan dipastikan.

Selain itu komponen bahan aktif dan bahan penolong dalam proses produksi juga perlu diperhatikan. Bahan-bahan tersebut kadang tidak tercantum pada lebel kemasan. Selain itu ada pula produk berbentuk cair yang mengunakan alkohol sebagai pelarut masih sering ditemukan.

Melihat cukup besarnya peluang pengunaan bahan-bahan yang belum jelas dalam poduk jamu dan suplemen, maka konsumen muslim hendaknya perlu berhati-hati. Legalitas suatu produk merupakan langkah halal yang harus diperhatikan. Produk jamu yang sudah terdaftar dalam pengawasan BPOM biasanya memiliki nomor TR dan nomor MD untuk suplemen lokal atau ML untuk import.

Karena masih sedikit produsen jamu yang mencantumkan lebel halal pada kemasannya, maka konsumen yang peduli akan halal hendaknya lebih teliti lagi sebelum membeli.

( dev / Odi )

Link terkait dengan produsen jamu halal silahkan klik disini

Juli 25, 2010 Posted by | Anggota Kojai, Artikel Kesehatan, Berita Jamu Indonesia, Berita tentang BKO, Ide Bagus, Info Pemerintah | Tinggalkan komentar

Lokakarya Nasional Tanaman Obat Indonesia

Lokakarya Nasional Tanaman Obat Indonesia

22/07/2010 01:05

S I A R A N      P E R S
Nomor: S.376/PIK-1/2010

Lokakarya Nasional Tanaman Obat Indonesia

Kementerian Kehutanan, c.q Badan Litbang Kehutanan akan menyelenggarakan Lokakarya Nasional Tanaman Obat Indonesia (TOI), pada 28-30 Juli 2010, bertempat di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta. Lokakarya yang bertema “Sinergi Multipihak Dalam Budidaya, Pelestarian Dan Peningkatan Kualitas Tanaman Obat Indonesia” ini, akan dibuka oleh Menteri Kehutanan, dengan rangkaian acara yaitu Talkshow, Semiloka, Temu Usaha dan Pameran. Peserta yang akan hadir yaitu Institusi Pemerintah, Pemda, BUMN, Perusahaan Swasta, Perguruan Tinggi, Petani, Pengusaha Jamu, Lembaga Permodalan, Praktisi Herbal, KADIN, dan LSM.

Tujuan lokakarya nasional TOI yaitu (1) mempertemukan berbagai pemangku kepentingan dalam rangka konsolidasi, komunikasi dan sharing informasi dalam pengembangan TOI, (2) membangun sinergi dalam pengembangan TOI, (3) mendorong kepercayaan dan kemitraan antar pemangku kepentingan, menciptakan situasi yang kondusif dan solusi konkrit untuk memecahkan permasalahan dalam pengembangan TOI.

Indonesia adalah negara megabiodiversity yang kaya akan tanaman obat, dan sangat potensial untuk dikembangkan, namun belum dikelola secara maksimal. Kekayaan alam tumbuhan di Indonesia meliputi 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia, 940 jenis diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat (jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tumbuhan obat di Asia). Berdasarkan hasil penelitian, dari sekian banyak jenis tanaman obat, baru 20-22% yang dibudidayakan. Sedangkan sekitar 78% diperoleh melalui pengambilan langsung (eksplorasi) dari hutan. Potensi tanaman obat di Indonesia, termasuk tanaman obat kehutanan, apabila dikelola dengan baik akan sangat bermanfaat dari segi ekonomi, sosial budaya maupun lingkungan. Negara berkembang mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan baku produk farmasi (38% untuk medical dan aromatic plants, 24% untuk vegetables saps dan extract, dan 11% untuk vegetables alkaloids). Tahun 2005, Uni Eropa tercatat sebagai net importir rempah dan herbal dengan total impor 358,2 ribu ton dan terus meningkat 4% per tahun sejak tahun 2003. Sebanyak 60% dari total rempah dan herbal Uni Eropa berasal dari negara berkembang, namun bukan berasal dari Indonesia melainkan Cina, India, Maroko dan Turki. Ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk pengembangan ekspor tanaman obat ke pasar Uni Eropa. (#)

Jakarta,   22  Juli 2010
Kepala Pusat Informasi Kehutanan,
ttd.
M a s y h u d
NIP. 19561028 198303 1 002

Juli 24, 2010 Posted by | Berita Jamu Indonesia, Ide Bagus, Info Pemerintah | Tinggalkan komentar

2 (dua) Tahun Jamu Brand Indonesia Bisnis jamu Yang Semakin Menjanjikan….

Jamu telah menjadi budaya masyarakat Indonesia sejak berabad silam, sebagai bagian dari menjaga kesehatan, menambah kebugaran, keperkasaan, dan meningkatkan kecantikan. Sejak dicanangkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada Gelar Kebangkitan Jamu Indonesia melalui “Jamu Brand Indonesia” tanggal 27 Mei 2008, telah menyadarkan semua pihak untuk mengembangkan industri dan usaha jamu, sehingga tahun 2008 dikenal menjadi tahun kebangkitan jamu Indonesia.

Selama kurun waktu dua tahun ini, beberapa langkah kongkret para pemangku kepentingan di bidang jamu sebagai komitmen terhadap kebangkitan Jamu Brand Indonesia antara lain: 1. Adanya peningkatan peran jamu dalam kesehatan, kebugaran, kecantikan, produk herbal terstandar dan fitofarmaka, 2. Pengaturan untuk produk ex-impor melalui Permendag No. 23/M-DAG/Per/5/2010 yang mewajibkan impor jamu adalah importir terdafta dan hanya melalui 5 pelabuhan dan beberapa bandara tertentu, 3. Terbitnya Farmakope Indonesia Edisi Herbal tahun 2009 sebagai upaya penjamina kwalitas jamu dan obat tradisional yang beredar di masyarakat, dll.

Jamu memiliki prospek yang sangat menjanjikan, dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi lebih kurang 30.000 jenis tanaman, dimana 2.500 jenis merupakan tanaman obat, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan jamu bagi kepentingan kesehatan, produk industri, maupun pariwisata, dengan sasaran pasar dalam negeri maupun internasional. Dalam pengembangan jamu terdapat 4 sasaran yaitu a) Pengobatan dan Kesehatan; b) Kudapan minuman ringan (beras kencur, kunir asem); c) Kosmetik (lulur); d) Spa (rempah).

Industri jamu adalah industri yang memiliki aspek ekonomi, sosial dan budaya serta segala jenis bahan baku yang digunakan industri jamu 98% berasal dari dalam  negeri dan sisanya saat ini sudah berhasil dibudidayakan. Industri jamu ini telah banyak memberi manfaat karena pelibatan ratusan ribu petani, pelibatan peneliti, teknologi pangan, bioteknologi, biofarmaka, dll.

Selain itu juga industri jamu telah memberikan lapangan pekerjaan kepada sekitar lima juta tenaga kerja, kemitraan kepada para penjual jamu, serta menumbuhkan industri bahan baku. Saat ini, di Indonesia terdapat 1.166 industri jamu dan obat tradisional yang terdiri dari 130 industri skala menengah dan besar serta sebanyak 1.036 merupakan industri skala kecil, termasuk industri rumah tangga. Dari angka ini, sebanyak 750 merupakan anggota GP Jamu (130 industri skala menengah dan besar serta 620 industri skala kecil dan rumah tangga).

Dalam hal pengembangan jamu kedepan, tentunya pemerintah melalui berbagai kementerian terkait akan membuat regulasi guna melindungi perusahaan jamu Indonesia. Hal ini kami anggap penting, sebagai bagian dari keseriusan pemerintah mendukung industri jamu. Dimulai dari penerapan Good Agricultural Practices, Good Handling Practices, sampai dengan penerapan Good Traditional Medicines Manufacturing Practices (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik). Dilengkapi dengan pengawasan pre-market dan post-market, yaitu melalui pelayanan registrasi yang cepat dan transparan dan pengawasan di tingkat produksi dan di pasar. Untuk produk ex-impor, dilakukan pengaturan melalui Permendag No. 23/M-DAG/PER/5/2010 yang mewajportir jamu adalah importir terdaftar dan hanya melalui 5 pelabuhan tertentu. Diperkuat lagi dengan program saintifikasi jamu dan pelayanan kesehatan serta promosi yang terarah terhadap khasiat jamu bagi kesehatan dan kebugaran masyarakat. Terbitnya Farmakope Indonesia Edisi Herbal tahun 2009 merupakan kontribusi terhadap upaya penjaminan kwalitas jamu dan obat tradisional yang beredar di masyarakat.

Tantangan kedepan dalam rangka memperjuangkan pengakuan jamu untuk menjadi identitas Indonesia adalah dengan memperbaiki sistem pasar, pengembangan produk, dan peningkatan kualitas pasokan termasuk penyediaan benih sampai dengan produk akhir dan semua itu akan membawa manfaat apabila masyarakat mencintai, membeli, dan mengkonsumsi jamu Indonesia. Oleh karena itu dalam rangka memperingati �2 Tahun Jamu Brand Indonesia� sebagai kebangkitan Jamu Brand Indonesia kami sampaikan apresiasi yang setinggi-setingginya kepada Bapak Gubernur Jawa Tengah yang berkenan mengajak kita semua untuk Minum Jamu Bersama.

ibkan im

Juli 23, 2010 Posted by | Berita Jamu Indonesia, Ide Bagus, Info Pemerintah | Tinggalkan komentar

Baru 27 Obat Tradisional yang Terbukti Ilmiah

Indonesia boleh bangga punya jamu sebagai warisan budaya. Meski diklaim memiliki khasiat beraneka ragam, kenyataannya baru sedikit di antaranya yang telah dibuktikan secara ilmiah.

Fakta ini sungguh ironis mengingat Indonesia merupakan negara dengan keragaman hayati paling besar kedua setelah Brazil. Tak kurang dari 30.000 jenis tanaman bisa ditemukan, dan diperkirakan 10.000 jenis di antaranya merupakan tanaman berkhasiat.

Padahal untuk bisa diterima dalam pelayanan kesehatan formal dan diperlakukan seperti obat moderen, obat tradisional harus dibuktikan khasiatnya secara ilmiah. Bukti empiris secara turun temurun seperti pada jamu saja tidak cukup.

Saat ini BPOM mencatat, baru ada 27 obat tradisional yang telah melewati uji preklinis pada hewan dan terdaftar sebagai obat herbal terstandar. Sementara yang lolos uji klinis pada manusia dan terdaftar sebagai fitofarmaka hanya ada 5 produk.

Kasubdit Inspeksi Produk II, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, BPOM, Tepy Usia, M.Phil, PhD, mengatakan, salah satu kendalanya terletak pada industri yang kurang berminat untuk mengembangkannya.

“Butuh kerjasama dari banyak pihak. Kadang-kadang industri sudah keluar banyak biaya untuk standarisasi, ternyata tidak ada yang mau pakai,” ungkap Tepy dalam acara jumpa pers TMExpo di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (6/7/2010)

Untuk itu berbagai cara telah dilakukan, agar jamu tetap distandarisasi meski belum melewati uji klinis. Salah satunya melalui program saintifikasi jamu yang dikembangkan oleh Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI.

Upaya lainnya mencakup pengadaan klinik herbal dan obat tradisional di beberapa rumah sakit. Beberapa universitas juga membuka pendidikan khusus jamu dan obat tradisional untuk mendukung upaya tersebut.

Sementara itu untuk membidik pasar internasional, Tepy menekankan obat tradisional harus mengutamakan kualitas, keamanan dan kemanjuran (efficacy). Ketiganya bisa dicapai dengan menerapkan Good Manufacturing Practice (GMP) atau Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.

Salah satu ajang untuk memasarkan produk obat tradisional adalah TMExpo, yang tahun ini akan digelar di Suntec International Convention and Exhibition Center, Singapura. Berbagai negara dari kawasan Asia, Eropa dan Amerika akan ambil bagian dalam pameran tersebut.

Acara yang akan berlangsung 15-17 Oktober 2010 ini merupakan yang kedua kalinya digelar oleh Singapore TCM Organisations Comittee (STOC). Tahun lalu, pameran serupa diikuti 90 peserta dan dihadiri 7.181 orang pengunjung.(up/ir)

Juli 10, 2010 Posted by | Artikel Kesehatan, Berita Jamu Indonesia, Ide Bagus, Info Pemerintah | Tinggalkan komentar

Obat Herbal: Kualitas Jamu Masih Jadi Tantangan

Peserta yang mengikuti pemilihan Ratu Jamu Gendong Indonesia 2009 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, beraksi di panggung, Minggu (25/10). Kegiatan yang diselenggarakan PT Jamu Jago ini diikuti 500 penjual jamu gendong dari sejumlah daerah di Pulau Jawa.
TERKAIT:

* RS Berikan Jamu sebagai Rujukan Obat
* Sehat dengan Jamu Peras
* Jamu Akan Diakui sebagai Pusaka Dunia

Jakarta, Kompas – Industri jamu dan obat tradisional di Indonesia sudah berkembang, tetapi soal kualitas produk masih harus ditingkatkan. Demikian terungkap dalam Rapat Kerja Nasional Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia, Selasa (1/6).

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Sri Indrawaty mengatakan, beberapa dekade terakhir, jamu dan obat tradisional nasional telah bertumbuh signifikan. Nilai penggunaan jamu dan obat tradisional juga meningkat. Tahun 2009, pendapatan usaha jamu dan obat tradisional mencapai Rp 8 triliun dan ditargetkan mencapai Rp 10 triliun pada 2010.

Hanya saja, kualitas perlu terus ditingkatkan. Saat ini terdapat lebih dari 900 industri kecil dan 130 industri menengah jamu dan obat tradisional. Namun, baru 69 di antaranya yang mendapat sertifikasi Good Traditional Medicine Manufacturing Practice atau Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).

CPOTB merupakan syarat utama yang ditetapkan pemerintah untuk menghasilkan produk bermutu terkait pemakaian peralatan dan mesin, sarana, prasarana pabrik, serta sumber daya manusia.

Jamu dan obat tradisional juga masih menghadapi masalah dengan adanya sejumlah produk yang mengandung bahan kimia obat dan tidak memenuhi standar kualitas tertentu.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kustantinah mengatakan, hasil pencuplikan tahun 2009 dan 2010 menunjukkan, bahan kimia obat banyak ditemukan pada jamu pegal linu, penambah stamina, penggemuk, dan pelangsing.

Jenis bahan kimia obat yang banyak digunakan ialah parasetamol (91 persen), fenilbutazon (46 persen), dan sildenafil sitrat (14 persen). Penggunaan bahan kimia obat secara sembarangan berdampak buruk pada kesehatan. Apalagi, sejumlah bahan kimia obat yang ditambahkan dalam jamu tersebut termasuk golongan obat keras.

Standardisasi bertahap

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) Charles Saerang mengatakan, sebagian besar industri jamu berskala kecil. ”Untuk memiliki industri dengan standar CPOTB minimal dibutuhkan Rp 2 miliar. Bagi industri kecil tentu saja hal itu berat,” ujarnya.

Menurut dia, CPOTB harus disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap industri sehingga penerapan CPOTB tidak bisa disamaratakan ke seluruh industri dari skala rumah tangga hingga besar. Apalagi, banyak industri jamu, khususnya skala kecil dan menengah, belum mendapatkan pembinaan pemerintah. Termasuk pembinaan mengenai CPOTB.

Perlu ada tahapan-tahapan standardisasi. Sebagai konsekuensi, misalnya, ditentukan pembatasan pemasaran dan distribusi sesuai tahap standardisasinya. ”Harus dijaga agar industri jamu yang potensinya sangat besar ini berkembang dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Apalagi dengan adanya perdagangan bebas nantinya,” ujar Saerang. (INE)

Juni 5, 2010 Posted by | Artikel Kesehatan, Ide Bagus, Info Pemerintah | Tinggalkan komentar

GP Jamu: Penerapan CPOTB agar bertahap

Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) meminta pemerintah untuk memberikan keleluasaan kepada industri jamu untuk melaksanakan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) secara bertahap.

Pentahapan tersebut dirasa perlu mengingat sebagian besar perusahaan jamu di Tanah Air masih berskala kecil menengah sehingga sulit untuk menerapkan CPOTB secara langsung.

Oleh karena itu, GP Jamu berharap ada kebijakan baru yang mengatur tentang standardisasi CPOTB yang sifatnya berjenjang melalui beberapa tahapan. “Untuk memiliki industri dengan standar CPOTB dibutuhkan investasi yang tidak sedikit. Bagi industri kecil tentu saja hal itu memberatkan,” ujar Ketua Umum GP Jamu Charles Saerang kepada Bisnis.com di Jakarta, hari ini.

Dia berharap CPOTB disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing perusahaan, sehingga tidak bisa diterapkan secara menyeluruh atau disamaratakan ke seluruh perusahaan dari skala rumah tangga hingga skala besar.

Dia memahami pentahapan CPOTB itu akan menimbulkan konsekuensi. Oleh karena itu, GP Jamu tidak keberatan jika pemerintah memberlakukan pembatasan pemasaran dan distribusi sesuai tahapan standardisasinya.

“Bagi perusahaan yang sudah menerapkan CPOTB secara utuh, mungkin bisa memasarkan produknya ke seluruh Nusantara bahkan diekspor. Adapun, bagi yang belum memenuhi standar, hanya diizinkan menjual produk di daerah tertentu saja.”

Menanggapi usulan GP Jamu, Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (Binfar & Alkes) Kementerian Kesehatan Sri Indrawati berpendapat pemerintah sebenarnya telah memfasilitasi perusahaan jamu dan obat tradisional untuk dapat menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram.

Namun, untuk produk yang akan masuk ke pasaran tentunya harus memenuhi standar CPOTB. Sebab, persyaratan CPOTB ini bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan jamu dan obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu.(yn)

Juni 5, 2010 Posted by | Berita Jamu Indonesia, Ide Bagus, Info Pemerintah | , , | Tinggalkan komentar

Perusahaan Jamu Diminta Tingkatkan Promosi

Perusahaan jamu atau perusahaan yang memproduksi obat-obat tradisional diharapkan meningkatkan promosi dan memperhatikan mutu produknya.

“Untuk bisa bersaing dengan obat-obatan tradisional asing, perusahaan obat kita harus memperhatikan mutu produk. Dan, agar diterima pasar ekspor, promosi harus lebih ditingkatkan,” kata Kepala Seksi Potensi Pasar dan Ekspor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pusat Jonhanis, di sela-sela pameran produk dan teknologi pertanian, di Jakarta Convention Center, Sabtu.

Dia mengatakan, hingga saat ini masih banyak perusahaan jamu yang belum mendaftar untuk mendapatkan sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dari Badan POM.

Dari 1.300 perusahaan jamu, katanya, hanya sekitar 30 perusahaan yang baru memperoleh sertifikat CPOTB. Padahal sertifikat ini sangat penting artinya bagi peningkatan mutu dan tingkat keamanan obat yang diproduksi.

Melalui CPOTB, Badan POM berharap mutu, sanitasi dan higiene obat yang diproduksi benar-benar terjaga, dengan menerapkan standar-standar yang ditetapkan.

“Jangan sampai produk obat yang diproduksi kotor, karena pekerja tidak pakai masker, tidak menggunakan sarung tangan dan persyaratan yang ditetapkan lainnya. Kadang-kadang obat yang diproduksi memang bersih secara kasat mata, namun ternyata tidak terbebas dari mikroskopik,” katanya.

Dia menyebutkan selama ini Badan POM tidak pernah mempersulit perusahaan yang mengajukan izin untuk mendapatkan sertifikat karena Badan POM menetapkan persyaratan minimal.

“Ada persepsi selama ini mengurus CPOTB mahal, sehingga perusahaan enggan mengurusnya. Padahal anggapan itu tidaklah benar,” kata Jonhanis.

Dia juga mengimbau kepada perusahaan yang sudah mengantongi izin CPOTB agar benar-benar mematuhi prosedur dalam produksi sesuai standar yang ditetapkan Badan POM.

“Jangan sampai saat audit saja prosedur diikuti, namun setelah inspeksi tidak diperhatikan lagi,” katanya mengingatkan.

Menyangkut ekspor, dia mengakui sejauh ini produk-produk obat tradisional Indonesia masih kalah bersaing dengan produk negara lain seperti Cina. Karena itu, promosi mesti jadi perhatian.

“Kalau tidak promosi bagaimana orang tahu produk kita,” katanya.

Untuk itu, dia mengajak kepada perusahaan jamu Indonesia untuk ikut serta dalam pameran yang akan digelar di Cina, Oktober mendatang.

Pada pameran produk dan teknologi pertanian, 4 Juni hingga 7 Juni di Jakarta Convention Center, Badan POM menampilkan berbagai jenis tanaman obat tradisional Indonesia seperti biji makassar yang berkhasiat mengobati diare, antipiretik, antelmintik brotoli dan antidiabetes.

Selain itu cakar ayam yang bisa menyembuhkan diare dan keputihan, jahe merah sebagai penambah nafsu makan, dan kecombrang sebagai antioksidan.

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Perusahaan (GP) Jamu Charles Saerang mengatakan, di Indonesia saat ini terdapat sebanyak 30 ribu spesies tanaman potensial mengandung khasiat obat yang belum diteliti. Sebanyak 300 spesies sudah dinyatakan sebagai tanaman obat yang memiliki benefit, dan baru 100 spesies yang sudah diolah menjadi jamu.

Dia menyebutkan ada lima spesies tanaman obat yang menjadi unggulan dan perlu diperhatikan pemerintah pengembangan risetnya yakni jahe, temu lawak, pegagan, sambiloto, dan kencur.

Charles berharap pemerintah melindungi obat-obat tradisional Indonesia dari gempuran obat-obatan dari China.

“Banyak obat-obatan China yang membanjiri produk dalam negeri, sementara ekspor obat-obatan kita dipersulit di China,” katanya. (kpl/dar)

Januari 25, 2010 Posted by | Artikel Kesehatan, Berita Jamu Indonesia, Ide Bagus | Tinggalkan komentar

Saintifikasi Jamu di Kendal

Kendal, 6 Januari 2010. Hari ini Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH. meresmikan dua peristiwa bersejarah yaitu program Santifikasi Jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan dan Pengembangan Model Registrasi Kematian di 8 provinsi yakni Jawa Tengah, DKI Jakarta, Lampung, Kalimantan Barat, Gorontalo, Papua, Bali dan Nusa Tenggara Timur di Kendal, Jawa Tengah (6/1/2010).

Saintifikasi Jamu adalah upaya dan proses pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Tujuan adalah untuk memberikan landasan ilmiah (evidence based) penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan karena para dokter dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah amat kuat keinginannya bersama ilmuan/ akademisi mengangkat jamu sebagai icon Sehat, Bersama Rakyat. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif dan paliatif melalui penggunaan jamu. Juga untuk meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan penggunaan jamu. Selain itu untuk meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.

Ruang lingkup saintifikasi jamu meliputi upaya preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif.

Sedangkan Registrasi Kematian merupakan program 100 hari Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri untuk memantapkan akurasi pengukuran angka kematian ibu, angka kematian bayi serta umur harapan hidup yang merupakan indikator program-program Millenium Development Goals (MDG’s) yang disertai dengan verifikasi sebab kematiannya.

Menkes dalam sambutannya mengatakan, Provinsi Jawa Tengah telah menunjukkan komitmen kuat untuk menjadi pionir bagi program saintifikasi jamu. Suatu program baru Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes dengan melibatkan Dinas Kesehatan Jateng, IDI beserta jajaran organisasi wilayah dan kajian keseminatannya (Badan Kajian Kedokteran Tradisional dan Komplementer yang terbentuk pada Muktamar IDI XXVII 2009 Palembang), kalangan universitas khususnya Universitas Diponegoro serta pihak pengusaha, yakni GP Jamu.

Menurut Menkes, Jawa Tengah, adalah tempatnya banyak pabrik jamu besar dan gudangnya sekaligus simbol dari eksisnya penjual jamu tradisional yang ribuan jumlahnya. Hal ini harus diapresiasi, dilindungi dan ditingkatkan mutu jamunya.

“Jawa Tengah, juga lokasi satu-satunya Balai Besar Tanaman Obat dan Obat Tradisional Depkes di Tawangmangu yang mengkoleksi ribuan tanaman obat tradisional yang berpontensi untuk dikembangkan menjadi devisa Negara. Jawa Tengah juga dikenal sebagai sumber budaya nasional yang merupakan puncak kearifan lokal (local genius) bangsa hingga saat ini, ujar Menkes.

Namun disayangkan di Jawa Tengah pula merupakan lokasi dimana jamu diproduksi secara gelap dengan mencampurkan bahan aktif obat yang dapat merugikan kesehatan rakyat.

“Kedatangan saya ke Kabupaten Kendal Propinsi Jawa Tengah ini sebagai wujud keinginan kuat pemerintah untuk bersama-sama bergandeng tangan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal dan Provinsi Jawa Tengah, akademisi/profesi, peneliti dan pengusaha yang tergabung dalam GP Jamu serta seluruh rakyat Jawa Tengah untuk memajukan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya”, ujar Menkes.

Hal ini sekaligus untuk bersinergi menuju terwujudnya masyarakat mandiri untuk hidup sehat secara berkeadilan yang merupakan visi Depkes. Tradisi kerjasama dan sinergi dengan pelbagai pemangku kepentingan ini sesuai dengan tagline/moto Kabinet Indonesia Bersatu II, yakni : Pro-rakyat, Inklusif, Responsif (tanggap sesuai wilayah dan masalah) Efektif dan Bersih.

“Dengan dua bidang kepeloporan yakni saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan dan model registrasi kematian, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terbukti berhasil membuat kebijakan pro-rakyat yang responsif, yakni dalam merajut secara inklusif semua potensi bidang kesehatan terkait “, kata Menkes.

Registrasi Kematian

Berkaitan dengan Model Registrasi Kematian, Menkes menyatakan, Badan Litbangkes Depkes melalui para penelitinya telah berhasil membuat model Registrasi Kematian yakni simulasi pengembangan model statistik vital yang dilengkapi dengan pencatatan penyebab kematian di fasilitas pelayanan kesehatan.

”Propinsi Jawa Tengah menjadi salah satu pionir program tersebut dengan keberhasilan uji coba di Kabupaten Pekalongan dan Kota Solo. Uji coba ini bersama 7 provinsi lainnya, yang dalam waktu dekat akan diterapkan di seluruh Indonesia”, kata Menkes.

Selama ini, kata Menkes, cara mendapatkan angka kematian adalah dengan melakukan survei langsung, yang menurut pengalaman sekitar 40% under reporting atau tidak dilaporkan dibandingkan dengan data sebenarnya. Untuk mendapatkan angka kematian yang akurat dan penyebab kematian yang tepat, diputuskan untuk beralih dari survei langsung ke model statistik vital lengkap dengan pencatatan penyebab kematian, baik kematian ibu, kematian bayi, maupun kematian umum lainnya.

Pengalaman di Kabupaten Pekalongan dan Kota Solo menunjukkan kegiatan ini dapat dilakukan dan bisa di-”ekstrapolasi”-kan menjadi “life table” lengkap dengan penyebab kematian untuk semua kelompok umur bahkan sampai menghitung umur harapan hidup masyarakat setempat. Analisis penyebab kematian untuk tiap golongan umur dapat dimanfaatkan untuk penajaman program intervensi di kabupaten/kota setempat, sehingga diyakini efektifitas dan efisiensi program kesehatan bisa semakin baik, kata Menkes.

Menkes mengharapkan dukungan Departemen Dalam Negeri dengan program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang dijalankan sehari-hari oleh Pemerintah Daerah provinsi maupun kabupaten/kota, bersama profesi terkait, termasuk para peneliti kesehatan.

Ditambahkan, dalam waktu dekat akan dibuat Peraturan Bersama antara Depdagri dan Depkes, agar SIAK sebagaimana amanat UU No. 23 Tahun 2006 dapat diikuti dengan pencatatan penyebab kematian oleh tenaga kesehatan kompeten. Secara bertahap model 8 provinsi yang telah disepakati direncanakan untuk disebar-luaskan ke seluruh kabupaten/kota se Indonesia, sehingga nanti semua kematian yang tercatat dapat mendekati 100%, angka yang lebih akurat dibandingkan dengan survey langsung. Sumber

Januari 7, 2010 Posted by | Artikel Kesehatan, Berita Jamu Indonesia, Ide Bagus, Info Pemerintah | Tinggalkan komentar