Koperasi Jamu (KOJAI) Sukoharjo

Just another WordPress.com weblog

Koperasi dan UMKM Mampu Gerakkan Ekonomi Masyarakat Pedesaan

Semarang, (BT).

Dalam rangka pemberdayaan Koperasi dan UMKM, Pemprov Jateng telah melakukan upaya-upaya penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat perdesaan dan perkotaan dalam basis sistem agrobisnis melalui KUD, koperasi tani, koperasi simpan pinjam dan usaha simpan pinjam. Dengan upaya tersebut diharapkan Koperasi dan UMKM mampu menggerakkan roda ekonomi rakyat, yang akhirnya akan memicu dan memacu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Demikian diungkapkan Gubernur Jawa Tengah H Bibit Waluyo, saat membuka Workshop Nasional Ekspose Hasil Pemberdayaan Koperasi dan UKM, di Hotel Gumaya Semarang, Selasa (29/9).

 

Workshop dihadiri Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM, Asisten Deputi Urusan Tata Laksana Koperasi Kementerian Negara Koperasi dan UKM RI, Anggota DPRD Prov Jateng dan Kabupaten/Kota, Para Bupati/Walikota se Jateng, Pimpinan SKPD Provinsi dan Kab/Kota se Jateng terkait, Pengurus Dekopinwil, Dekopinda dan Asosiasi Koperasi dan UKM, dan para sumber.

November 27, 2009 Posted by | Info Pemerintah, UKM | , , , , , , , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Kadin: Potensi Bisnis UKM Butuh Dukungan Pemerintah

Surabaya, UMKMPotensi bisnis Usaha Kecil Menengah (UKM) membutuhkan dukungan pemerintah, seiring prediksi usaha itu dalam Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) ke-20 di Singapura jika omzet UKM dapat tambah 1 triliun dolar Amerika Serikat (AS).

“Keyakinan itu dapat tercapai jika 21 pemimpin anggota APEC dapat mendukung terciptanya iklim UKM yang berkualitas,” kata Komite Tetap Pengembangan Jaringan Usaha Kecil Menengah (UKM) Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur Nur Cahyudi di Surabaya, Rabu (25/11).

Dalam Rapat Koordinasi Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Perlindungan Konsumen Dalam Rangka Promosi Daerah,ia mengatakan, bahwa dalam mengembangkan UKM diperlukan strategi pengembangan di semua lini bisnisnya, seperti di sektor produksi dan pengolahan. “Hal tersebut karena selama ini UKM terbentur dalam hal teknis produksi dan kemampuan manajemen,” ujarnya.

Ia menyarankan, untuk itu UKM perlu didorong penerapan standarisasi dalam produksi. “Bahkan, mereka perlu meningkatkan sarana prasarana baik didukung kebijakan pemerintah maupun infrastruktur,” katanya.

Di sisi lain, ia mengaku, UKM sulit dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Sementara itu, dari sisi produknya mereka juga harus mendesain produk dan teknologinya dengan mematenkan dulu keduanya. “Karena proses pematenan Hak Kekayaan Intelektual itu relatif lama atau minimal dua tahun, sembari menunggu mereka bisa mengoptimalkan usahanya dari sisi lain,” katanya.

Di samping itu, kata dia, UKM juga membutuhkan program kemitraan meliputi aspek ekonomi, moral, dan sosial politik. “Program kemitraan ini penting mengingat, selama ini mereka perlu bantuan permodalan karena hingga kini sulit mendapatkan pembiayaan dari perbankan,” katanya.

Di sisi lain, tambah dia, strategi pemasaran juga diperlukan sebelum mereka mendistribusikan produknya. Mereka bisa melaksanakan penelitian dan pengkajian pasar, ekspansi pasar, dan meningkatkan daya saing UKM. “Peningkatan itu bisa dengan bagaimana produk diproduksi dengan biaya rendah, unik, dan berkualitas tinggi dikelola dengan efisiensi tinggi,” katanya.

November 27, 2009 Posted by | Info Pemerintah, UKM | , , , , , , , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Purdi E Chandra, Dari Berternak Bebek Hingga Primagama

Purdi E Chandra lahir di Lampung 9 September 1959. Secara “tak resmi” Purdi sudah mulai berbisnis sejak ia masih duduk di bangku SMP di Lampung, yakni ketika dirinya beternak ayam dan bebek, dan kemudian menjual telurnya di pasar.

Bisnis “resminya” sendiri dimulai pada 10 Maret 1982, yakni ketika ia bersama teman-temannya mendirikan Lembaga Bimbingan Test Primagama (kemudian menjadi bimbingan belajar). Waktu mendirikan bisnisnya tersebut Purdi masih tercatat sebagai mahasiswa di 4 fakultas dari 2 Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta. Namun karena merasa “tidak mendapat apa-apa” ia nekad meninggalkan dunia pendidikan untuk menggeluti dunia bisnis.
Dengan “jatuh bangun” Purdi menjalankan Primagama. Dari semula hanya 1 outlet dengan hanya 2 murid, Primagama sedikit demi sedikit berkembang. Kini murid Primagama sudah menjadi lebih dari 100 ribu orang per-tahun, dengan ratusan outlet di ratusan kota di Indonesia. Karena perkembangan itu Primagama ahirnya dikukuhkan sebagai Bimbingan Belajar Terbesar di Indonesia oleh MURI (Museum Rekor Indonesia).
Mengenai bisnisnya, Purdi mengaku banyak belajar dari ibunya. Sementara untuk masalah kepemimpinan dan organisasi, sang ayahlah yang lebih banyak memberi bimbingan dan arahan. Bekal dari kedua orang tua Purdi tersebut semakin lengkap dengan dukungan penuh sang Istri Triningsih Kusuma Astuti dan kedua putranya Fesha maupun Zidan. Pada awal-awal berdirinya Primagama, Purdi selalu ditemani sang istri untuk berkeliling kota di seluruh Indonesia membuka cabang-cabang Primagama. Dan atas bantuan istrinya pula usaha tersebut makin berkembang.
Kini Primagama sudah menjadi Holding Company yang membawahi lebih dari 20 anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang seperti: Pendidikan Formal, Pendidikan Non-Formal, Telekomunikasi, Biro Perjalanan, Rumah Makan, Supermarket, Asuransi, Meubelair, Lapangan Golf dan lain sebagainya.
Walaupun kesibukannya sebagai entrepreneur sangat tinggi, namun jiwa organisatoris Purdi tetap disalurkan di berbagai organisasi. Tercatat Purdi pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) cabang Yogyakarta dan pengurus Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) DIY. Selain itu Purdi pernah juga tercatat sebagai anggota MPR RI Utusan Daerah DIY. (sumber : http://www.purdiechandra.com)

Wawancara dengan Majalah BERWIRAUSAHA 22-09-200
Untuk jadi seorang entrepreneur sejati, tidak perlu IP tinggi, ijazah, apalagi modal uang. “Saat yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Pakai ilmu street smart saja,” ungkap Purdi E Chandra, Dirut Yayasan Primagama.
Menurutnya, kemampuan otak kanan yang kreatif dan inovatif saja sudah memadai. Banyak orang ragu berbisnis cuma gara-gara terlalu pintar. Sebaliknya, orang yang oleh guru-guru formal dianggap bodoh karena nilainya jelek, justru melejit jadi wirausahawan sukses.
“Masalahnya jika orang terlalu tahu risikonya, terlalu banyak berhitung, dia malah tidak akan berani buka usaha,” tambah ‘konglomerat bimbingan tes’ itu. Purdi yang lahir di Lampung 9 September 1959 memang jadi model wirausaha jalanan, plus modal nekad. la tinggalkan kuliahnya di empat fakultas di UGM dan IKIP Yogyakarta. Lalu dengan modal Rp.300 ribu ia dirikan lembaga bimbingan tes Primagama 10 Maret 1982 di Yogyakarta. Sebuah peluang bisnis potensial yang kala itu tidak banyak dilirik orang. la sukses membuat Primagama beromset hampir 70 milyar per tahun, dengan 200 outlet di lebih dari 106 kota. la dirikan IMKI, Restoran Sari Reja, Promarket, AMIKOM, Entrepreneur University, dan terakhir Sekolah Tinggi Psikologi di Yogyakarta.

Grup Primagama pun merambah bidang radio,penerbitan, jasa wisata, ritel, dll. Semua diawalkan dari keberanian mengambil risiko. Kini Purdi lebih banyak lagi ‘berdakwah’ tentang entrepreneurship. Bagi Purdi, entrepreneur sukses pastilah bisa menciptakan banyak lapangan kerja. Namun, itu saja tidak cukup berarti bagi bangsa ini. “Saya memimpikan bisa melahirkan banyak lagi pengusaha-pengusaha. Dengan demikian, makin banyak pula lapangan kerja diciptakan. Itulah Mega Entrepreneur,” ungkap Purdi kepada Edy Zaqeus dan David S. Simatupang dari Majalah BERWIRAUSAHA.
Berikut petikan wawancara yang berlangsung di kantor cabang Primagama Jakarta.
Bagaimana semangat wirausaha masyarakat kita?

Mungkin begini. Salahnya pendidikan kita itu, kebanyakan orang lulus sarjana baru cari kerja. Jadi pengusaha itu mungkin malah orang-orang yang kepepet. Yang tidak diterima di mana-mana, baru dia sadar dan bikin usaha sendiri. Mestinya, kesadaran seperti ini bisa untuk orang-orang yang tidak kepepet. Alasannya, kalau mau usaha harus ada modal, punya ketrampilan. Padahal tidak harus begitu. Saat yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Ibaratnya kalau kita punya ijazah pun, tidak usah dipikirin. Saya dulu tak tergantung dengan selembar kertas itu. Sekarang mau dijaminkan di bank juga tidak bisa. Hanya buat senang-senang saja kalau sudah sarjana.
Memang saya lihat pendidikan kita itu dari otak kiri saja. Padahal kalau kita garap yang kanan, porsinya banyak, maka otomatis otak kirinya naik. Tapi kalau kita banyakin kiri, kanan ndak ikut naik. Kanan itu adalah praktek. Saya bilang street smart.
Cerdas di lapangan, di jalanan. Orang yang akademik, sekolahnya pintar, IP atau nilai tinggi, dia tidak berani menentang teori. Jadi robotlah. Kalau di situ jadi topeng monyet. Dia tidak berani membuat kreasi sendiri. Padahal hidup dia itu bukan di masa lalu. Hidup dia itu kan di masa datang, dan itu serba berubah cepat. Tidak ada yang sama dengan teori yang dia pelajari. Teori itu kan hasil temuan. Kenapa kita tidak bisa menemukan sendiri? Saya punya contoh, manajemen di Primagama, yang tidak ada di teori. Kalau pun ada di teori pasti disalah-salahkan.
Apa itu?

Di Primagama, suami-istri bekerja dalam satu kantor itu malah kita anjurkan. Di lain tempat dan di teori itu ndak boleh! Tapi saya praktekkan, ternyata jalan, bagus. Saya melihat, mereka masing-masing bisa saling mengontrol. Maka, menantang teori itu yang utama. Saya malah bisa menaikkan omset Primagama 60%.

Contohnya lagi, iklan Primagama yang pakai aktor Rano Karno. Menurut orang kampus, dan pernah dibahas di sana, itu ndak bener! Menurut teori ndak benar. Tapi nyatanya, bagus hasilnya? Saya dulu pernah pakai Sarlito (pakar psikologi dan pendidikan:rec), malah ndak ada hasilnya, walau dia doktor atau apa. Jadi street smart itu…
Apa artinya street smart?

Cerdas di jalanan. Ada academic smart atau school smart. Tapi street smart itu cerdas dengan praktek. Jadi begini, kalau kita punya pengetahuan dengan benar, pengetahuan itu kan akademik. Kita tidak strong, gugur! Kita tidak akan bisa. Kita tidak akan bisa benar. Waktu SD itu ada bacaan-bacaan begini; “Ibu pergi ke pasar membeli sayur.” Kok tidak yang menjual sayur saja?

Kok kata-katanya selalu membeli, bukan menjual? Teryata setelah saya urut-urut, yang nulis itu guru. Coba kalau isinya diubah menjadi menjual, itu akan lain.
Kenapa tertarik menonjolkan sisi menjualnya?

Kalau saya bertransaksi, itu nilai tambah. Dalam transaksi, duit paling banyak itu kan pengusahanya? Dan paling banyak milik pengusaha. Coba kalau misalnya yang satu membeli saja. Akan terbatas transaksinya. Sehingga kalau memang harus banyak pengusahanya, ya untuk menjual.

Setuju dengan pemikiran Kiyosaki “If you want to be rich and happy, don’t go to school” ?
Kalau saya if you want to be rich and happy, ya…. Kalau ingin kaya, ngapain sekolah? Kalau di sekolah tidak akan happy dan kaya. Pendidikan kita tidak bikin happy, malah bikin stres anak. Porsi mainnya kurang. Sejak Taman Kanak-kanak sudah dipaksa main otak kiri. Mungkin itu karena dari mentrinya sampai orang-orang tuanya itu otak kiri semua, kan? Dikatakan figur yang bagus itu yang profesor, yang doktor. Padahal kalau kita pilah, yang pintar sekolah memang jadi dosen, jadi dokter. Yang sedang-sedang saja jadi manajer. Tapi yang bodo-bodo sekolahnya malah jadi pengusaha.

Penelitian di Harvard begitu. Penyikapan guru terhadap anak yang bodo kok divonis tidak punya masa depan? Mungkin dia berani, kreatif, bisa menemukan apa yang tidak ditemukan oleh anak-anak pintar.
Nah, pendidikan kita itu semua mau dijadikan ilmuwan. Seolah ngejar otak kiri saja, ngejar school smart saja.
Apa yang harus dilakukan untuk membongkar sistem seperti itu?

Memang berat karena dari dulu juga begitu. Maka harus lewat luar, kegiatan-kegiatan ekstra. Maka saya usulkan pendidikan kita dibuat dua sistem; sistem ijazah dan sistem tanpa ijazah. Kalau sekolah tanpa ijazah, orang akan cenderung cari ketrampilan dari praktek yang kelihatan. Yang pakai ijazah untuk yang mau jadi dosen, jadi dokter, jadi ilmuwan.

Kalau pelajaran kimia yang pakai ijazah, ya ilmuwan itulah. Kalau kimia yang tidak pakai ijazah, pilihannya ya bikin deterjen, bikin sirup, bikin apa saja yang ada manfaatnya. Kalau semua harus belajar kimia, padahal kita tidak tertarik, berarti dipaksa dan tidak happy jadi nya.Kalau di tataran konseptual, apa yang mesti dilakukan?

Saya kira Dikbud itu merasa bahwa yang menentukan masa depan Indonesia itu dia. Bikin kurikulum, walaupun sumbernya dari masyarakat, tapi sering terlambat. Kurikulum tahun lalu baru dipakai sekarang. Lebih cepat di luar, kan? Maka kalau saya, pendidikan itu tidak usah diatur. Perguruan Tinggi siapa pun boleh bikin. Dan itu masyarakat yang menilai. Hukum pasar! Titel MBA atau apa dilarang, kenapa? Alamiah aja. Nanti kalau kebanjiran itu orang ndak mau pakai, kan ndak masalah? Kalau banyak manajer belajar ilmu untuk mendapatkan MBA, itu kan bagus? Dalam pendidikan itu sebenarnya mereka dagang.
Kalau model-model pendidikan itu masyarakat yang mengembangkan, mungkin baru bagus. Karena pas dengan zaman itu. Misalnya Mc Donald mau bikin Universitas Mc Donald, kenapa tidak?
Bagaimana dengan Entrepreneur University yang Anda dirikan?

Sebagai entrepreneur, saya punya visi Mega Entrepreneur. Artinya bagaimana seorang pengusaha bisa menciptakan pengusaha lainnya. Kalau pengusaha bisa menciptakan lapangan kerja, itu sudah biasa. Yang saya kejar adalah bagaimana saya bisa menciptakan banyak pengusaha. Dulu visi saya memang menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Kalau seperti itu kan lama. Mungkin hanya ribuan lapangan kerja. Tapi kalau bisa menciptakan banyak pengusaha, lapangan kerja yang tercipta lebih banyak lagi.
Karyawan saya pun saya usahakan bisa jadi pengusaha. Kayak manajer-manajer saya, semua sudah punya usaha di luar. Saya ditentang oleh Renald Kasali. Katanya menurut teori itu tidak bisa. ‘Orang kerja kok diajak merangkap jadi pengusaha, itu ndak bisa!’. Saya praktekkan ternyata bisa. Manajer saya punya perusahaan mebel.
Menurut Kiyosaki, di sini dia sebagai employee, di luar dia sebagai business owner karena yang mengelola orang lain. Ada manajer saya yang buka bengkel motor. Sopir saya punya kenteng mobil. Sopir saya yang lain punya bisnis jual bell handphone.
Karyawan-karyawan itu mau jadi manajer semua ? ndak mungkin kan…
Harapan paling besar saya, ya mereka jadi pengusaha.
Sejak kapan Entrepreneur University berjalan?

Entrepreneur University (EU) berjalan baru setahun. Sebelumnya kita sudah sering adakan pelatihan di mana-mana. Tapi cuma beberapa hari, lalu selesai tidak ada follow up. Sekarang lebih jelas, kita ada follow up. Misalnya kita adakan tiga bulan, setelah itu ada klub entrepreneur. Yang itu bisa dilakukan lewat internet, pertemuan-pertemuan, dan juga konsultasi seperti tadi. Di EU diutamakan yang indeks prestasinya (IP) rendah. Memang pernah ada yang protes, orang mau masuk tapi IP-nya tinggi, dia jadi minder. Tapi memang saya lebih mudah mengajar orang yang tidak pintar. Kalau otak kiri sudah kuat, susah berubahnya.
Misalnya dia kuliah di akuntansi, yang feasible tidak feasible, udah, ndak berani-berani dia. Usaha itu bukan perhitungan sebelumnya. Hitungan yang terjadi, itulah usaha. Banyak yang terjadi kita tidak tahu dan tidak kita pikirkan sebelumnya. Saya di Primagama dulu kalau dipikir tidak rasional. Modal saya cuma Rp.300 ribu saja. Sekarang asetnya sudah hampir Rp.100 milyar, kan?
Rasionalnya di mana?

Tadi seorang direksi bank yang ingin membuat usaha. Seperti dia, dihitung-hitung terus, selalu tidak positif. Akhirnya tidak berani buka usaha. Saya bilang, “Jangan dihitung terus!” Usaha itu dibuka, baru dihitung. Ini street smart. Kalau dihitung baru dibuka, ndak akan buka-buka usaha. Makanya, yang membuat orang takut itu bukan sisi gelap, tapi justru sisi terang. Karena terang itu tahu hitung-hitungannya, tahu risikonya gedhe, jadi takut. Kalau gelap, tidak tahu apa-apa, usaha itu tidak takut. Dihitung atau tidak dihitung itu sama saja kok.
Padahal entrepreneur harus berani ambil risiko…

Itulah, ambil risiko itu berarti harus gelap. Maksudnya jangan terlalu banyak tahu. Setelah jalan, kita pakai ilmu street smart tadi. Street smart itu yang melahirkan kecerdasan entrepreneur yang dibutuhkan untuk pemula usaha. Isi kecerdasan entrepreneur itu ya kecerdasan emosional, spiritual, dan basisnya di otak kanan.
Bagaimana cara Anda merealisasikan gagasan Mega Entrepreneur?

EU ini saya yang buka dan pelatihannya saya yang mengajar sendiri. Saya bukan cari untunglah, tapi semacam aktulisasilah buat saya. Karena saya ingin jadi Mega Entrepreneur tadi. Sehingga saya bela-belain, ndak harus untung. Kalau nombokpun saya mau untuk memberikan dakwah tentang entrepreneurship ini. Itu yang saya lakukan, dan sudah dua angkatan EU di lima kota. Perkembangan pesertanya cukup positif. Yang sama sekali tidak berani berusaha, kini jadi berani.
Bagaimana tren kewirausahaan ke depan?

Saya kira itu suatu keharusan. Kalau negara ini mau maju, harus banyak pengusahanya. Kita belum ada kementrian yang khusus mengurusi wirausaha. Di Indonesia banyak bisnis yang bisa dikembangkan menjadi franchise dan tidak harus yang mahal. Di Malaysia sudah ada kementriannya, dan mentrinya mendorong mereka yang mau usaha franchise dsb.
Bagaimana entrepreneur yang ideal itu?

Ukuran ideal saya adalah dari banyaknya lapangan kerja yang diciptakan. Pengusaha yang bisa melahirkan pengusaha-pengusaha baru. Bisnisnya kalau bisa yang baik-baiklah. Saya suka mengurusi bisnis yang langsung ke pasar. Yang menilai dan menentukan bisnis saya ya pasar. Saya ndak model dengan bisnis lobi-lobi yang harus berhubungan dengan pemerintah.Pernah mengalami pencerahan selama menjadi entrepreneur?

Saya mengembangkan sisi spiritual melalui dzikir atau meditasi. Bisnis itu, kalau bisa ya melibatkan yang “di atas”. Tidak bisa berjalan dengan diri kita sendiri. Maka saya kembangkan kecerdasan spiritual. Kalau menggunakan intuisi saja, hanya bisa menunjukkan sesuatu tujuan itu seperti apa…. Tapi kalau dzikir, melibatkan Tuhan, kuncinya justru membuat tujuan itu terjadi.
Misalnya diramal orang kita tidak hoki. Dengan dzikir itu bisa jadi hoki. Yang tidak baik jadi baik. Arah negatif bisa jadi positif. Maka, menantang teori itu yang utama! Makanya, yang membuat orang takut itu bukan sisi gelap, tapi justru sisi terang.
Bangkit

Wujudkanlah mimpi anda, kembangkanlah “penglihatan pemikiran” yang selama ini terpendam, berikanlah arti pada hidup yang anda cintai ini. Semuanya berawal dari sebuah impian. Dunia dengan segala isinya diciptakan Tuhan dari “impian-Nya”.
Kisah-kisah keberhasilan para tokoh yang berhasil mengubah dunia, bermula dari mimpi, seperti apa yang dilakukan Galiileo, Thomas Alva Edison, Einstein, dan lain-lain. Bangunan-bangunan besar seperti candi dan piramid juga dimulai dari impian. Bahkan, majalah ini hingga akhirnya sampai ke tangan pembaca, juga diawali dari impian. Bila demikian, tampaknya segala sesuatu sangatlah mungkin untuk diwujudkan. Masalahnya adalah kebanyakan orang telah membuang jauh-jauh mimpi mereka ke tempat sampah, atau merasa bahwa mimpi mereka merupakan hal yang mustahil. Padahal, hampir semua mimpi bisa diwujudkan dengan sedikit kecerdikan, sedikit keberanian serta dukungan emosional.
Sebagai ilustrasi, pertengahan tahun 70-an Bill Gates bermimpi bahwa komputer akan tersedia di setiap rumah pada suatu masa nanti; Akio Morita bermimpi is bisa mendengarkan musik favoritnya sambil main tenis, tanpa harus mengganggu tetangga kiri-kanan; atau Sosrodjoyo yang bermimpi nantinya orang-orang akan memilih teh botol bikinan pabrik daripada repot-repot menyeduhnya di rumah.
Tetapi perlu kiranya dibedakan antara “mendambakan” dan “memimpikan”. Mendambakan bersifat pasif dan menunggu, hanya merupakan selingan iseng tanpa otak, tanpa upaya untuk mewujudkannya. Sedang memimpikan bersifat aktif dan berani mengambil inisiatif. la didukung oleh rencana dan tindakan untuk membuahkan hasil.
Tokoh-tokoh yang disebut di atas adalah contoh perbuatan memimpikan. Mereka tidak sekadar beranganangan, melainkan berupaya keras mewujudkan impiannya. Microsoft, Sony, dan Teh Sosro adalah hasil nyata dari mimpi-mimpi mereka.
Singkatnya, penglihatan pikiran membuka pintu untuk mewujudkan impian kita. Namun begitu pintu tersebut terbuka, harus ada tindakan nyata berupa: disiplin, kebulatan tekad, kesabaran, dan ketekunan bila kita ingin membuat impian tersebut menjadi kenyataan.
Penglihatan Pikiran

Pada hakikatnya setiap insan memiliki dua jenis penglihatan: penglihatan mata dan penglihatan pikiran. Penglihatan mata adalah apa yang kita lihat ada secara fisik di sekeliling kita, misalnya: mobil, gunung, pulpen atau teman-teman kita. Sebaliknya, penglihatan pikiran adalah sebuah kekuatan untuk melihat bukan apa yang ada secara fisik, tetapi apa yang bisa ada setelah intelegensia manusia diterapkan. Penglihatan pikiran adalah kekuatan untuk bermimpi.
Dr. David Schwartch, dalam The Magic of Thinking Success, yakin bahwa perasaan kita yang paling tak ternilai harganya adalah penglihatan pikiran. Penglihatan tersebut membentuk gambaran masa depan yang kita harapkan, rumah yang kita idamkan, hubungan keluarga yang kita dambakan, liburan yang akan kita ambil, atau penghasilan yang akan kita nikmati kelak

Sumber: http://www.purdiechandra.com

November 27, 2009 Posted by | UKM | , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Hanya Lulus SMP, Mampu Miliki 22 Pesawat

Kerut di wajah wanita ini menggambarkan betapa keras jalur hidup yang ditempuhnya. Susi Pujiastuti (45) merangkak sebagai pedagang ikan segar. Ia sukses di industri perikanan modern dan penerbangan carter beraset ratusan miliar rupiah.

Tak pelak, PT Excelcomindo Pratama (Tbk), perusahaan telekomunikasi, menganugerahinya predikat The Best Indonesia Berprestasi 2009. Saat ini, wanita yang hanya lulusan SMP itu mengelola dua perusahaan.

Masing-masing adalah PT ASI Pujiastuti Marine Product yang bergerak di bisnis perikanan, dan Susi Air yang merupakan maskapai sewa dengan 22 pesawat propeler. Dari dua perusahaan itu, Susi bisa menghidupi ribuan karyawan.

Jalan hidup wanita ini memang penuh liku. Seusai memutuskan keluar dari bangku SMA di Cilacap, Jawa Tengah, pada 1983, Susi mulai menjalani pekerjaannya sebagai pengepul ikan dengan modal pas-pasan.

Usahanya terus berkembang. Setahun kemudian, dia berhasil menguasai pasar Cilacap. Tidak puas hanya berbisnis ikan laut di satu daerah, Susi mulai melirik daerah Pangandaran di pantai selatan Jawa Barat.

Ternyata, di sana keberuntungan Susi datang. Usaha perikanannya maju pesat. Jika semula dia hanya memperdagangkan ikan dan udang, maka Susi mulai memasarkan komoditas yang lebih berorientasi ekspor, yaitu lobster.

Dia membawa dagangannya sendiri ke Jakarta untuk ditawarkan ke berbagai restoran seafood dan diekspor. Karena permintaan luar negeri sangat besar, untuk menyediakan stok lobster, Susi harus berkeliling Indonesia mencari sumber suplai lobster.

Masalah pun timbul. Problem justru karena stok sangat banyak, tetapi transportasi, terutama udara, sangat terbatas. Untuk mengirim dengan kapal laut terlalu lama karena lobster bisa terancam busuk atau menurun kualitasnya.

Pada saat itulah timbul ide Susi lainnya untuk membeli sebuah pesawat. Christian von Strombeck, suaminya yang kebetulan warga negara asing yang berprofesi sebagai pilot pesawat carteran asal Jerman mendukungnya.

Sebuah pesawat jenis Cessna dia beli. Alat transportasi itu sangat membantunya meningkatkan produktivitas perdagangan ikannya. Nilai jual komoditas nelayan di daerah juga naik.

“Nelayan bisa mendapatkan nilai tambah. Misalnya saja, lobster di Pulau Mentawai yang tadinya hanya dijual Rp 40.000 per kilo, setelah itu bisa dinaikkan menjadi Rp 80.000 per kilo saat itu,” kata Susi kepada Persda Network.

Jadi, kebutuhan terhadap pesawat penumpang pun semakin meningkat seiring dengan ekspor yang terus bertambah. Belakangan, pesawat yang tadinya hanya untuk mengangkut barang dagangan laut, dia coba sewakan kepada masyarakat yang ingin menumpang.

“Ternyata, permintaan transportasi sangat besar karenanya kita pun mengembangkan bisnis pesawat carter ini dan Susi Air,” ujarnya.

Saat ini, Susi Air memiliki 22 pesawat kecil, antara lain jenis Cessna Grand, Avanti, dan Porter yang dioperasikan oleh 80 pilot. Sebanyak 26 pilot di antaranya adalah pilot asing.

Harga pesawat Cessna saat ini Rp 20 miliar per unit. Adapun harga pesawat Avanti bisa empat kali lebih mahal.

Maskapai Susi Air saat ini beroperasi di hampir semua daerah pelosok di Indonesia. Untuk mengembangkan bisnisnya ini, Susi bertekad menambah pesawat lagi hingga mencapai 40 unit pada akhir tahun depan dengan investasi sekitar Rp 200 miliar.

“Yang penting kita tingkatkan layanan agar pelanggan semakin suka pada kita,” ujarnya berfalsafah.

Sumber: sumber persada

November 27, 2009 Posted by | Ide Bagus, UKM | , , , , , , | Tinggalkan komentar

Pensiun Picu Semangat Wirausaha

Sebuah penelitian yang dilakukan Universitas Maryland di College Park, Wilayah Prince George, Maryland, Amerika Serikat menunjukkan, seseorang yang tetap bekerja di bidangnya meski telah pensiun dapat lebih menikmati kesehatan fisik dan mental dibandingkan mereka yang berhenti bekerja sepenuhnya atau beralih ke bidang kerja lain.

Seperti yang dilakukan oleh dr H Tunjung MSc, dokter kulit dan kecantikan yang kini membuka praktiknya di Semarang dan Solo.Kendati sudah memasuki tahun ketujuh masa pensiun, tetapi semangat bekerjanya justru semakin membara. Lantaran menurutnya dengan berwirausaha, kehidupannya menjadi tak terikat oleh waktu formalitas.

“Memang seorang bisnisman harus lebih kreatif ketimbang menjadi pegawai. Karena itu, saya lebih bangga menjadi pebisnis sukses ketimbang profesor maupun pejabat sukses,” tutur bapak dari dua anak ini.

Sebab, menurutnya untuk meraih kesuksesan, seorang pebisnis lebih banyak memutar otak dan tenaga ketimbang dua profesi yang disebutkannya. Seperti kata mutiara yang dikutipnya dari Hermawan Kertajaya bahwa berwirausaha itu merubah peluang oportunity menjadi profit.

“Tetapi menurut saya, hal itu belum lengkap jika tidak ada keberanian dalam berspekulasi. Terpenting pebisnis itu meraih kesuksesan dengan jujur dan tidak sogok sana-sini. Dukungan keluarga pun sangat diperlukan,” lanjutnya.

Seperti dilakukannya dalam merintis rumah kecantikan di tahun 2003 lalu, setelah memasuki masa pensiun. Sebelum pensiun, dokter lulusan UGM Yogyakarta itu melanglang buana ke beberapa rumah sakit negeri di Nusantara. “Saya masih ingat, waktu tahun 1980 lalu, golongan saya masih 3A dengan gaji saya kurang dari Rp 30.000.

Pendidikan impian di spesialis bedah plastik pun saya urungkan, lantaran gaji saya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari dengan sederhana,” katanya dokter berusia 62 tahun itu.

Ketika waktu pensiun tiba, ia langsung membuka “The House of dr Tunjung” di Jalan Diponegoro Semarang, Jati Raya Banyumanik Semarang, dan Adisucipto Solo, dengan dana dari uang pensiun. “Saat itu, saya mendapat uang pensiun yang langsung diberikan penuh sejumlah Rp 500juta. Uang itu semuanya saya gunakan untuk modal usaha membuka rumah kecantikan,” cerita dr Tunjung.

Terus Belajar

Meski sudah mengenyam pendidikan akupuntur  dan kecantikan, ia tak segan-segan untuk selalu belajar berbagai hal mengenai yang berhubungan dengan profesinya itu. Hingga pada akhirnya ia menemukan ramuan teh herbal untuk menurunkan berat badan, yang hanya dijual ditempat praktiknya lantaran jumlahnya masih terbatas.

”Misi saya selain mencukupi kebutuhan hidup kelaurga dan orang-orang yang ikut dengan saya, juga membahagiakan pasien saya dengan memberikan pelayanan maksimal dan tidak berbohong,” tandas dokter yang saat ini memiliki 19 orang tenaga pekerja itu.

Sebab, mengeruk keuntungan sebesar-besarnya bukan merupakan tujuan utamanya. Oleh sebab itu lah, kliniknya ditujukan bagi segmen menengah ke bawah. “Orang-orang menengah kebawah pun juga butuh kesehatan dan kecantikan, tidak harus dengan biaya yang besar. Terakhir, komunikasi yang baik dengan pasien pun harus terjalin.

Sumber: Suara Merdeka Cetak

November 27, 2009 Posted by | Ide Bagus, UKM | , , , , , , | Tinggalkan komentar

UKM Memperkokoh Eksistensi Desa

Menyimak artikel yang ditulis oleh pengamat ekonomi Prof Dr FX Soegiyanto pada Jumat, 12 September lalu ada beberapa hal menarik terutama menyangkut bagaimana rancangan strategi membangun Jawa Tengah ke depan. Disinggung pula mengenai peran UKM sebagai memiliki daya sedot terhadap angkatan kerja. Secara jelas dikemukakan Prof FX, usaha kecil menengah (UKM) punya kepekaan tinggi terhadap penyerapan tenaga kerja dan mempunyai keberkaitan yang kuat dengan sektor pertanian. Jika pernyataan ini benar merupakan perhatiannya, maka artikel itu tentu memberikan penegasan sekaligus memberikan dorongan bagi Gubernur Bibit Waluyo untuk merealisasikan proyek ”bali desa mbangun desa ”.

Pernyataan Prof FX itulah memang realitas yang nyata, di mana dalam keseharian kita bisa menyaksikan betapa usaha menengah kecil itu memiliki daya hidup lebih kuat dibandingkan dengan usaha besar. Pada saat krisis akhir tahun 1990-an lalu, kelompok ini membuktikan memiliki daya lentur terhadap gejolak ekonomi moneter yang sangat besar. UKM di provinsi ini tersebar secara merata di setiap daerah, dan masing-masing daerah itu memiliki keunikan industri sendiri-sendiri. Wonogiri misalnya, sering identik dengan kekeringan, kemiskinan dan stagnasi ekonomi. Tetapi kita melihat, di daerah ini ada kekuatan industri mete yang dikerjakan rumahan tetapi memiliki penetrasi pasar yang cukup kuat ke luar daerah. Industri kecil Wonogiri ini relatif sepi pesaing dari daerah lain. Artinya, Wonogiri memiliki daya saing yang cukup kuat pada industri ini.

Sebagai ilustrasi, berdasarkan Sensus Ekonomi 2006, jumlah unit usaha di luar sektor pertanian adalah sekitar 22,7 juta unit dengan tenaga kerja sekitar 49,9 juta orang. Artinya, tiap unit usaha rata-rata mempunyai 2,2 orang tenaga kerja. Data ini sungguh merupakan kenyataan bahwa peranan UKM teramatlah signifikan. Meski pun harus disayangkan, mereka hanya memiliki sedikit akses ke perbankan. UKM masih menjadi minoritas di mata perbankan.

Analisa dari Bank Indonesia, ada sekitar 49 juta UKM di Indonesia, tetapi tak semua memiliki akses perbankan. Bahkan, yang menjadi nasabah kredit perbankan hanya sekitar 18,5 juta. Artinya, masih ada 30 juta yang belum memiliki akses perbankan. Di antara 30 juta ini barangkali tukang bakso, soto, warteg, tukang tambang ban yang meski pun memiliki daya hidup tinggi tetapi tidak bankable.

Domain Keprihatinan

Jika pernyataan Prof FX dikaitkan dengan rencana Gubernur Bibit untuk kembali ke desa, maka sudah sangat klop karena di sanalah sektor pertanian akan diperkuat. Desa, dengan posisinya yang menonjol sebagai kantong kemiskinan, tentu wilayah itu menjadi domain keprihatinan. Urbanisasi yang kian membengkak dari tahun ke tahun merupakan bukti yang tidak terbantahkan dari kenyataan tergerusnya eksistensi desa. Maka, upaya untuk menahan laju kepunahan eksistensi desa, pembangunan desa yang berbasis memperkuat sektor pertanian menjadi sebuah keniscayaan. Sebaliknya, melakukan pembiaran terhadap segenap proses ke arah punahnya eksistensi desa sama artinya dengan melakukan dengan sengaja pemubadziran potensi yang ada di dalamnya.

Pada konteks realitas, keadaan sekarang ini terjadi karena pemerintah gagal dalam melakukan berbagai upaya sistemik pembinaan demi mencapai derajat paling tinggi optimalisasi ekonomi pedesaan. Di samping, pemerintah gagal dalam menjamin ketercukupan infrastruktur demi memberikan ruang bagi optimalisasi ekonomidi pedesaan. Kelemahan di bidang infrastruktur ini juga disinggung dalam artikel Prof FX yang lalu itu. Dengan kelemahan infrastruktur seperti itu, maka pemerintah gagal melakukan transformasi ekonomi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Buruknya infrastruktur di pedesaan merupakan fakta yang kasat mata, sekaligus mempertegas kenyataan melemahnya eksistensi desa. Sistem irigasi yang kian memburuk lagi-lagi memperlihatkan contoh konkret ada kelalaian yang terlalu karena di situlah sebenarnya proses pertanian yang sehat ditumpukan. Kerusakan sistem irigasi merupakan contoh paling nyata hilangnya daya dukung pertanian yang bersifat sistemik bagi aktualisasi perekonomian desa.

Tanpa Daya Hidup

Dari kenyataan tersebut, maka kita dapat mengambil pelajaran tentang tidak adanya pembinaan pemerintah serta memburuknya infrastruktur hanya mengkondisikan perekonomian pedesaan kehilangan ”ruh”, sekaligus kehilangan etos industrial. Perekonomian pedesaan akhirnya hanyalah tampil sebagai sepenuhnya bercorak subsistensi serta tidak memliki kekuatan untuk bergerak ke arah industrial. Sektor ini hanya bertahan, untuk selanjutnya secara pelan-pelan tergerus tanpa memiliki gairah inovasi, kreativitas ataupun gairah yang lebih kuat untuk berkembang.

Selain itu, urbanisasi semakin meneguhkan diri sebagai pilihan akhir ketika sektor pertanian tak lagi mampu memberikan daya rangsang, daya pesona, atau pun daya hidup. Jika kehidupan tidak lagi memiliki tiga hal itu maka sama artinya mati pelan-pelan. Anak-anak usia kerja, atau usia produktif pedesaan akan lebih memilih kota sebagai tujuan, dan tidak lagi ingin bertahan untuk ”sekadar” menjadi petani tanpa masa depan.

Dengan keadaan desa yang sedemikian parah, maka harus ada ”penyelamatan” serius agar desa tidak semakin kehilangan daya hidupnya. Punahnya eksistensi desa dengan berbagai keruwetan yang melingkupinya bukan saja memperlebar jarak antara potensi dan aktualisasi perekonomian, tetapi bisa menjadi sumber kekacauan justru di tengah kemarakan demokrasi. Ekspresi di setiap harinya tidak lebih dari ungkapan kekesalan karena hidup semakin tidak bertambah baik.

Salah satu jalan yang bisa dibangun lebih lebar bagi berkembangnya UKM di pedesaan adalah mengkaitkan usaha kecil menengah dengan sekttor pertanian. Faktanya, UKM merupakan basis perekonomian nasional, dan karena itu harus diberi perhatian dan bantuan untuk pengembangannya. Beberapa masalah yang melingkupi UKM harus segera diatasi, dan karena itulah perlu diberikan bantuan. Dengan kata lain, kelemahan yang ada pada UKM bisa dijadikan alasan membuat program atau memberikan bantuan.

Pemberitaan yang negatif tentang UKM sering menjadi pemicu bagi perbankan enggan mengulurkan tangan memberi bantuan. Padahal justru seharusnya dimunculkan kesan yang sangat kuat bahwa UKM lah yang memliki daya lentur di tengah turbulensi ekonomi saat krisis lalu.

Tidak ada kata terlambat untuk mendayahidupkan eksistensi desa dengan bertumpu pada usaha kecil dan menengah yang mempunyai keterkaitan dengan sektor pertanian. Khusus Jawa Tengah, program penguatan UKM ini sangat strategis karena di sinilah salah satu kunci bagi keberlanjutan perekonomian daerah. Tetapi, tentu membutuhkan komitmen yang sangat tinggi pada semua pihak.

Suaramerdeka.com – WACANA – 18 September 2008, murdoko — adalah Ketua DPRD Jawa Tengah yang juga petani

November 22, 2009 Posted by | Info Pemerintah, UKM | , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Kembangkan UKM

26 Oktober 2009

SEBAGAI banknya Jawa Tengah, Bank Jateng Cabang Salatiga saat ini juga melaksanakan program Bali Ndeso Mbangun Ndeso yang dicanangkan Gubernur Bibit Waluyo.

”Saat ini kami sedang mencari pengusaha kecil dan menengah (UKM) yang ada di Kota Salatiga dan sekitarnya, khususnya yang ada di wilayah pedesaan untuk dibantu pembiayaan produktif,” kata Shri Djono Kusumo SE MM, Pemimpin Bank Jateng Cabang Salatiga, ketika ditemui akhir pekan lalu.

Menurutnya, pembiayaan produktif untuk para pengusaha UKM tersebut sebenarnya sudah dilaksanakan. Namun, sesuai dengan program yang dicanangkan Gubernur Bibit Waluyo, hal itu akan semakin ditingkatkan lagi. Pasalnya, banyak potensi yang bisa dikembangkan dari UKM.

Dikemukakan, salah satu potensi yang dimiliki Salatiga adalah pada sektor makanan khas.
Saat ini bank yang dipimpinnya merupakan salah satu bank terbesar di Salatiga.

Memiliki kantor cabang di Jalan Pemuda serta dua kantor kas di Pemkot Salatiga serta RSUD dan payment point di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Salatiga. Tahun ini, pihaknya juga akan bekerja sama dengan pemkot terkait akan diberlakukannya Kartu Pegawai Elektronik (KPE) bagi seluruh PNS.

Pecinta Olahraga

Sebelum bertugas di Salatiga, alumni Fakultas Ekonomi (FE) jurusan manajemen dan Magister Manajemen (MM) dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang itu pernah bertugas pula sebagai Pemimpin Cabang Bank Jateng Ungaran.

Selain itu, pria yang berkarir di Bank Jateng, saat masih bernama BPD Jateng sejak tahun 1980 itu, pernah bertugas di berbagai wilayah, seperti Sragen, Purwodadi, Tegal, Pemalang dan Semarang. ”Selama berkarir saya pernah ditugaskan di banyak bagian, seperti pengawasan, kredit atau manajemen. itu, juga jadi nilai plus tersendiri,” katanya.

Di luar kesibukannya dalam dunia perbankan, pria kelahiran Semarang tersebut juga merupakan pecinta olahraga. Saat masih muda, dia mengaku senang dengan sepakbola. Kini, kecintaannya pada sepakbola masih terus diwujudkan dengan menjadi ketua klub Biprada (Bina Putera Daerah) Semarang.

”Saat ini ada delapan pemain binaan Biprada yang turut memperkuat PSIS U-20,” kata ayah satu anak yang saat ini juga menekuni olahraga golf tersebut. (H53-16)

November 21, 2009 Posted by | Info Pemerintah, UKM | , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Pengawasan UMK harus diperketat

SEMARANG – Pengawasan pemberlakuan upah minimum kabupaten/kota (UMK) harus lebih ditingkatkan. Jangan sampai ada celah yang dapat dipergunakan untuk tidak menerapkan UMK sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga merugikan pekerja.

Anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah, Muh Zen Adv, menekankan, pengawasan pemberlakuan UMK mesti diperketat. Dalam hal ini pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten/kota bersinergi untuk melakukan pengawasan di lapangan secara bertahap. Baik pada awal pemberlakuan UMK, hingga akhir tahun. Apalagi, jika masih ada aturan yang membuka peluang terjadinya penyimpangan.

“Misalnya saja, masih adanya ketentuan yang membolehkan pengusaha untuk menunda pembayaran UMK, selama ada kesepakatan antara pengusaha dengan karyawan. Jika tidak diawasi dengan benar, hal ini dapat menimbulkan persoalan baru. Sebab, ada kemungkinan karyawan berada pada posisi terjepit, sehingga mereka terpaksa membiarkan pengusaha untuk menunda pembayaran UMK,” beber dia, kemarin.

Politisikus asal Partai Kebangkitan Bangsa ini juga meminta agar pemprov lebih selektif menyikapi usulan penangguhan pelaksanaan UMK. Seluruh data yang disertakan, imbuh dia, mesti benar-benar dicermati. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan adanya manipulasi data.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk), Siswo Laksono menjelaskan, untuk melakukan pengawasan, pihaknya segera membentuk tim pemantau pelaksanaan UMK 2010, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota, mengingat tanggung jawab pengawasan juga menjadi tugas dari kabupaten/kota. Tim dari provinsi lebih memfokuskan pada pengawasan di perusahaan yang memiliki cabang usaha lintas kabupaten/- kota.

Ditambahkan, besaran UMK di Jateng yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2010 mendatang, sudah ditetapkan Gubernur Jateng pada 17 November lalu, melalui Surat Keputusan Gubernur Jateng Nomor 561.4/108/2009. Di mana UMK tertinggi adalah di Kota Semarang yang besarnya Rp 939.756, dan terendah Kabupaten Cilacap wilayah Barat sejumlah Rp 660.000.

“Ada tiga daerah yang telah mencapai KHL, yakni, Kota Semarang, Salatiga, dan Kabupaten Sukoharjo. Rata-rata UMK di Jateng mencapai Rp 734.874, atau sekitar 91,81 persen jika dibandingkan dengan rata-rata KHL senilai Rp 801.210. Namun, secara keseluruhan, terjadi kenaikan UMK rata-rata 8,33 persen,” jelas Siswo.

Hingga 10 hari menjelang pemberlakuan UMK, pihaknya memberikan kesempatan kepada pengusaha yang belum mampu membayar upah buruh sesuai UMK, untuk mengajukan penangguhan UMK. Syarat utamanya, ada kesepakatan antara pengusaha dan pekerja, neraca keuangan, laporan produksi, jumlah tenaga kerja, dan sebagainya. Pada 2009 lalu, ada 77 perusahaan yang mengajukan penangguhan UMK. Namun, hanya 59 perusahaan yang disetujui. Usulan 15 perusahaan lainnya ditolak, dan tiga perusahaan mencabut usulannya.

“Perusahaan yang tidak melaksanakan UMK terancam sanksi pidana hingga empat tahun, serta denda paling sedikit Rp 100 juta dan terbanyak Rp 400 juta. Tapi, perusahaan bisa menunda UMK tanpa pengusulan, sepanjang ada kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Untuk kasus semacam ini, biasanya pengusaha memberikan fasilitas lebih di luar gaji pokok,” tandas dia. uly-sn

November 20, 2009 Posted by | Info Pemerintah, UKM | , , , , , , , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Bibit Waluyo sang ’Bali Ndeso Mbangun Deso’ (1)

’Ngenger’ di Demak jadi buruh derep

SLOGAN Bali Ndeso Mbangun Deso nampaknya bukan sekadar slogan bagi Bibit Waluyo saat berupaya memenangkan Pilgub Jateng 2008. Baginya ndesa (desa) memang akrab dengan kehidupannya saat masa kecil hingga remaja. Pensiunan Letjen TNI ini mau rekasa (hidup susah) menjadi buruh derep (panen padi) sekadar untuk mendapatkan uang saku dan ongkos membeli buku pelajaran.

Enam tahun mantan Pangdam IV/Diponegoro pernah ngenger di rumah kakaknya, Hj Thoyibatun —yang memiliki tujuh anak— menjadikan bungsu dari sembilan bersaudara ini akrab dengan keprihatinan. Puasa Senin-Kamis pun terbiasa dilakoninya.

Thole (Bibit) tinggal dengan kami dan sekolah di Demak sejak 1968. Karena nilai ujiannya kurang, dia tak diterima sekolah di Klaten. Makanya thole dikirim bapak ke Demak, agar bisa tetap melanjutkan sekolah,” kata nenek 67 tahun itu, saat ditemui di kediamannya di RT 04/I, Desa Mranak Wonosalam, Demak.

Melihat kehidupan rumah-tangga mbakyu-nya yang pas-pasan, penyuka bothok kutuk itu pun mencoba membantu dengan rajin belajar dan tak bertingkah neka-neka. Antara lain dengan menjadi buruh cangkul pada awal masa tanam, dan buruh potong padi atau derep saat panen.

Lik (paman) Bibit itu sejak kecil orangnya tekun dan pangerten. Setelah bayaran derep kira-kira Rp 200 saat itu, saya diajaknya jajan. Sisanya ditabung untuk beli buku pelajaran,” tutur H Iskandar, anak sulung Thoyibatun yang saat kecilnya pernah dimomong Bibit Waluyo.

Selama tinggal di Demak, pasangan Rustriningsih pada Pilgub Jateng 2008 tersebut tercatat sebagai siswa SMP Negeri 2 dan SMA Negeri 1 Demak. Kemudian diterima sebagai taruna Akabri pada 1968, dan dilantik sebagai Letda TNI AD pada 1971.

Tak “ninggal lanjaran”
Meski sudah menjadi tentara yang pangkatnya tinggi, Thoyibatun menyebutkan, Bibit tak pernah ninggal lanjaran (kacang lupa akan kulitnya). Dia selalu menjaga silaturahmi dan unggah-ungguh kepada siapa saja.

“Pak Bibit itu banyak yang suka karena ramah dan selalu basa krama pada pada orang tua, serta perhatian pada saudara-saudara hingga para sesepuh di desa,” tutur Kades Mranak, Hadi Riyanto.

Hal mengesankan Thoyibatun yang lebih dianggap sebagai ibu ketimbang kakak bagi Bibit tersebut, ketika penyuka tembang kenangan itu tunggang-langgang dan sembunyi setiap mendengar gemuruh suara pesawat terbang. Saking takutnya, bungsu pasangan Martodirjo-Sakiyem itu pernah terjatuh ke parit dan menangis pulang karena luka lecet di tangan dan kaki.

“Sapa ngira, anak penakut itu bisa jadi tentara dan memberangkatkan saya ke Mekah untuk ibadah haji? Bahkan menjadi calon Gubernur Jateng? Subhanallah,” ungkapnya sambil terkekeh.

Karenanya tak heran jika di masa pensiun, Bibit Waluyo yang sudah tiga kali berhaji itu ingin kembali dan membangun desa. “Dia pernah bilang, tak ingin melihat saudra-saudaranya di desa tetap hidup miskin tanpa ada perubahan nasib,” pungkas Thoyibatun. Sari Jati/bersambung-Ct

November 19, 2009 Posted by | Info Pemerintah, UKM | , , , , , , , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Minim, Alokasi Anggaran Koperasi dan UKM

PERHATIAN Pemprov Jateng pada urusan koperasi dan usaha kecil menengah (UKM) terbilang minim. Pada anggaran dan kenaikan anggaran perubahan 2009 ternyata relatif kecil untuk membiayai sebuah sektor atau urusan yang memiliki fungsi besar.

Ali Suyono, dari Fraksi Partai Demokrat menyebutkan, anggaran untuk sektor tersebut hanya naik Rp 2,36 miliar atau menjadi Rp 30,05 miliar dari anggaran murni sebesar Rp 27,68 miliar.

Dijelaskannya, kenaikan anggaran tersebut ternyata juga dipakai untuk penyesuaian gaji dan tunjangan pegawai serta program peningkatan sarana dan prasarana aparatur. Dengan adanya pengurangan itu, otomatis tidak akan terlalu berdaya untuk mengembangkan dan memperkuat sektor koperasi dan UKM.

”Padahal dari sisi penyerapan tenaga kerja dan antitesa terjadinya krisis global, seharusnya perlu penguatan koperasi dan UKM. Tapi dilihat dari minimnya pengalokasian anggaran, membuktikan pemprov kurang serius menggarap sektor tersebut,” lanjutnya.

Anggota FPKB, Kautsar Asovia juga mengkritisi kebijakan tersebut. Menurutnya, koperasi dan UK merupakan salah satu pilar pertumbuhan dan ketahanan perekonomian di negeri ini khususnya di sektor riil.

”Fokus kebijakannya tidak terarah. Penambahan sudah kecil dikurangi untuk belanja aparatur. Tentu pemprov harus punya cara terobosan agar koperasi dan UKM tetap diperhatikan dengan memberikan porsi alokasi anggaran secara berimbang,” kata anggota Komisi E itu.

Menyinggung masih adanya dana bergulir yang macet di Dinas Koperasi dan UKM senilai Rp 6,1 miliar, kata Ali, perlu jadi pemahaman tersendiri agar dicari jalan keluar. Yang jelas belum berhasilnya untuk menarik dana bergulir yang macet, tidak dijadikan alasan kecilnya penambahan alokasi pada APBD Perubahan.

Gubernur Bibit Waluyo mengungkapkan untuk masalah permodalan maka solusinya adalah dengan memberikan fasilitasi kemitraan antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Unit Simpan Pinjam (USP). Diharapkan akses permodalan bagi koperasi dapat terbuka luas. (Dicky P, Aris Mulyawan-76)

November 19, 2009 Posted by | Info Pemerintah, UKM | , , , , , , , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar